Kilau Emas Meredup

Pernah Tembus Rekor Sejuta, Emas Antam Sudah Anjlok Rp143.000

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 February 2021 13:05
Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk atau yang dikenal dengan emas Antam hari ini, Rabu (24/2/2021) diperdagangkan di Rp 938.000/batang untuk satuan 1 gram.

Level tersebut masih belum jauh dari level terendah 7 bulan Rp 922.000/batang yang disentuh pada Rabu (17/2/2021) lalu.

Tidak seperti tahun 2020, emas Antam belum menunjukkan kilaunya lagi di 2 bulan pertama 2021. Sepanjang tahun ini, emas Antam tercatat sudah menurun 4,46%.

Bahkan, jika melihat lebih ke belakang, harga emas Antam sudah mulai dalam tren menurun setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa Rp 1.065.000/batang pada 7 Agustus 2020 lalu. Jika dilihat dari rekor tertinggi, hingga titik terendah di tahun ini, harga emas Antam sudah jeblok Rp 143.000/batang atau lebih dari 13%.

Jebloknya harga emas Antam tersebut tak lepas dari merosotnya harga emas dunia. Sepanjang tahun ini emas dunia sudah turun lebih dari 6%, dan merosot 14% jika dilihat dari rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons.

Emas saat ini sedang tak menarik di mata pelaku pasar. Harganya masih terus menurun meski pemerintah AS akan menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun.
Stimulus senilai US$ 1,9 triliun akan menjadi yang terbesar kedua sepanjang sejarah AS, setelah US$ 2 triliun yang digelontorkan pada bulan Maret 2020 lalu.

House of Representative (DPR) AS akan melakukan voting terhadap proposal stimulus senilai US$ 1,9 triliun tersebut di pekan ini. Jika berhasil disetujui, maka proposal tersebut selanjutnya akan diserahkan ke Senat.

Stimulus tersebut diharapkan bisa cair sebelum pertengahan Maret, dimana stimulus fiskal yang ada saat ini akan berakhir.

Stimulus fiskal merupakan salah satu bahan bakar emas untuk menguat, bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa tahun lalu. Tetapi, kini harga emas masih tetap melempem.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga menegaskan belum akan mengetatkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Suku bunga 0,25% masih akan dipertahankan hingga tahun 2023, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan juga belum akan dikurangi.

Artinya faktor-faktor yang membawa emas meroket di tahun lalu masih tetap ada, tetapi emas belum mampu kembali menguat.

Penguatan bursa saham, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS membuat harga emas menjadi tak menarik. Saham jelas merupakan aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, saat kondisi perekonomian global membaik, maka investor akan masuk ke pasar saham.

Sementara Treasury sama dengan emas merupakan aset aman (safe haven). Bedanya Treasury memberikan imbal hasil (yield) sementara emas tanpa imbal hasil. Dengan kondisi tersebut, emas menjadi kurang menarik di mata pelaku pasar.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bitcoin Mulai Gerogoti Emas

 

Penguatan pasar saham dan kenaikan yield Treasury AS memang membuat emas menjadi kurang menarik lagi. Pemain-pemain besar sudah mulai menjual kepemilikan emasnya.

BlackRock sebuah perusahaan investasi terbesar di dunia dengan total aset kelolaan mencapai US$ 8,67 triliun dilaporkan menjual kepemilikan emasnya. Perusahaan pengelola dana tersebut menjual aset emas miliknya berupa exchange traded fund (ETF) sebesar US$ 471 juta.

Sebelumnya, per 31 Desember 2020, BlackRock masih memegang aset ETF emas senilai US$ 835 juta. BlackRock memilih lebih berfokus ke perak.

Selain itu, keberadaan bitcoin juga mulai menggerogoti emas. Bitcoin saat ini digadang-dagang sebagai emas digital, harganya sudah meroket gila-gilaan. Sepanjang tahun ini harga bitcoin sudah meroket lebih dari 70% dan berkali-kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, bahkan sudah mendekati US$ 60.000/BTC. 

Jeffrey Gundlach, CEO DoubleLine mengatakan ada stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS) kinerja bitcoin lebih baik ketimbang emas.

Bitcoin saat ini memang sedang menggerus pasar emas. Bank investasi ternama, JP Morgan juga mengatakan hal yang sama.

"Kompetisi antara bitcoin dan emas sudah dimulai dalam pandangan kami," kata ahli strategi JP Morgan dalam sebuah catatan, sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (5/1/2020).

Ahli strategi tersebut saat itu melihat belakangan ini terjadi outflow dari pasar emas sekitar US$ 7 miliar dan terjadi inflow lebih dari US$ 3 miliar di Grayscale Bitcoin Trust.
JP Morgan juga melihat kaum millenial saat ini lebih memilih bitcoin ketimbang emas.

"Dua kelompok menunjukkan perbedaan dalam preferensi untuk mata uang 'alternatif'. Kelompok yang lebih tua lebih memilih emas, sementara kelompok muda memilih bitcoin," kata analis JP Morgan yang dipimpin Nikolaos Panigirtzoglou dalam sebuah catatan yang dikutip Kitco, Selasa (18/8/2020).

Sementara itu hasil survei, deVere Group, perusahaan financial advisory independen dan fintech, terhadap 700 lebih millennial di berbagai negara, sebanyak 67% menyatakan mereka memilih bitcoin sebagai aset safe haven ketimbang emas.

Millennial akan menjadi kunci penting bagi masa depan bitcoin, sebab berdasarkan hasil survei DeVere, akan ada transfer kekayaan antar generasi yang besar. Berdasarkan estimasi, transfer kekayaan tersebut mencapai US$ 60 triliun dari generasi baby boomers ke millennial.

Artinya, dengan millenial lebih memilih bitcoin sebagai safe haven ketimbang emas, ketika transfer kekayaan terjadi tentunya investasi ke bitcoin kemungkinan akan lebih besar lagi

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ibu-ibu, Harga Emas Antam Sudah Drop 13% Lho, Beli?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular