Value Investing Katanya Ketinggalan Zaman, Yakin Bro-Sis?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 December 2020 10:17
ilustrasi Bursa
Foto: warren buffet. Ist

Di era baru seperti sekarang ini, lebih banyak aset-aset yang bentuknya tak tampak (intangible) seperti brand, ekosistem dan rantai pasok, paten hingga aset-aset yang bentuknya digital.

Tak bisa dipungkiri ekonomi telah bergerak dari tangible based ke arah intangible based. Inilah yang membuat banyak pihak berpandangan bahwa metode atau strategi value investing sudah tidak relevan.

Menilai atau melakukan valuasi terhadap aset-aset intangible memang susah dan cenderung tricky. Namun setidaknya ada beberapa hal yang patut dianalisa.

Paradigma investasi adalah melihat ke depan (forward looking). Saham-saham yang valuasinya tergolong mahal saat ini dengan pendekatan value investing tidak menutup kemungkinan akan memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi bagi para investor.

Di saat yang sama saham-saham bervaluasi murah juga belum tentu menjanjikan pertumbuhan yang tinggi di masa depan. Kuncinya ada di alokasi modal perusahaan itu sendiri.

Ketika perusahaan secara efektif dan efisien mengalokasikan belanja modalnya ke aset-aset intangible yang memberikan pertumbuhan tinggi di masa depan di situlah appetite investor saat ini.

Fenomena tersebut juga menjadi penjelasan mengapa sektor teknologi menjadi pemimpin dalam kenaikan harga saham yang terjadi di Negara Paman Sam. 

Berbeda dengan AS yang pasar modal dan ekonominya ditopang oleh sektor teknologi, ekonomi Indonesia masih ditopang oleh komoditas dan manufaktur. Sementara pasar sahamnya didongkrak oleh perbankan. 

Memang ekonomi digital di Indonesia sudah mengalami pertumbuhan yang tinggi. Indonesia juga sudah memiliki perusahaan rintisan (start up) bervaluasi besar tetapi belum mencetak laba seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka. 

Valuasi dari perusahaan teknologi tersebut juga memiliki perbedaan dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya. Lagipula para unicorn dan decacorn tersebut belum menjadi perusahaan publik yang mencatatkan sahamnya di bursa. 

Terlepas dari pro-kontra yang ada, framework analisis strategi value investing masih sangat berguna. Apalagi di Indonesia yang pasar sahamnya belum berkembang dan valuasinya diyakini masih menarik oleh investor-investor global. 

Bagi Anda yang konservatif dan memilih menggunakan strategi value investing, penggunaan indikator-indikator seperti PBV, Price to Earning Ratio (PER), Enterprise Value/EBITDA hingga indikator pertumbuhan valuasinya seperti PE growth (PEG) masih sangat relevan digunakan.

Hanya saja yang perlu di pahami adalah investasi itu soal masa depan bukan masa lampau. Jadi investor hendaknya memproyeksikan strategi investasinya ke depan. Jangan lupa juga pahami bisnis perusahaan yang sahamnya Anda investasikan agar indikator-indikator valuasi tadi tidak hanya sekedar angka. 

Sekali lagi investasi bukan perkara mudah. Investasi bukanlah sesuatu yang eksak seperti matematika. Oleh karena itu meramu strategi investasi juga bisa dikatakan sebagai suatu seni seperti halnya metode valuasi yang beragam.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular