Akhir Tahun, Pilih Investasi Emas, Saham, Atau Reksa Dana?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 December 2020 14:42
Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menunjukkan emas batangan di sebuah gerai emas di Pegadaian, Jakarta. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Tahun 2020 tinggal 2 pekan lagi, memilih investasi tentunya harus melihat jangka panjang, setidaknya bagaimana kinerjanya di tahun depan. Emas memang sedang unggul dari saham dan reksa dana di tahun ini, tetapi melihat kinerjanya 3 bulan ke belakangan kemungkinan bisa "menular" hingga tahun depan.

Seperti disebutkan sebelumnya, arah angina bagi pasar keuangan berubah setelah gelontoran stimulus moneter dan fiskal. Aset-aset berisiko kembali menanjak naik, emas juga ikut menanjak, dan dolar AS yang sebelumnya berjaya justru merosot.

Namun dalam 3 bulan terakhir, aset berisiko jauh lebih unggul ketimbang emas. Sebabnya, vaksin virus corona yang sudah ditemukan. Vaksin buatan perusahaan farmasi AS Pfizer yang berkolaborasi dengan BionTech kini sudah mulai disuntikkan di Eropa dan Amerika Serikat. Kemudian vaksin buatan Moderna sebentar lagi akan mendapat izin menggunakan darurat seperti Pfizer.

Ada lagi vaksin buatan AstraZeneca dari Inggris, serta Sinovac dari China.

Saat vaksinasi secara masal dimulai, kehidupan perlahan akan normal kembali, roda bisnis berputar lebih kencang, dan perekonomian global bisa bangkit kembali. Ekspektasi tersebut membuat bursa saham global kembali bangkit. Bursa saham AS (Wall Street) bahkan sudah beberapa kali mencetak rekor tertinggi di tahun ini.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi AS. Tahun ini, produk domestik bruto (PDB) diprediksi mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 2,4%, lebih baik dari proyeksi sebelumnya -3,7%. Sementara untuk tahun depan PDB diproyeksikan tumbuh 4,2%, lebih baik dari perkiraan sebelumnya 4%.

Indonesia juga akan melakukan vaksinasi mulai tahun depan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19 kepada masyarakat.
Dengan demikian perekonomian Indonesia tentunya berpeluang bangkit juga di tahun depan. Alhasil, investasi saham akan menjadi lebih menarik ketimbang emas, begitu juga dengan reksa dana saham, reksa dana campuran, atau reksa dana lainnya.

Emas memang akan kurang menarik, tetapi sebenarnya masih berpeluang kembali naik sebab faktor-faktor yang mendongkrak kinerja emas di tahun ini masih akan berlanjut hingga tahun depan. Meski demikian.

Stimulus moneter dan stimulus fiskal khususnya di AS menjadi "bahan bakar" utama emas menguat di tahun ini, dan masih akan berlanjut di tahun depan. Hanya saja, nilainya tidak akan sebesar tahun ini, sebab perekonomian global yang mulai bangkit.

The Fed saat mengumumkan kebijakan moneter menegaskan akan terus melanjutkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai setidaknya US$ 120 miliar per bulan "sampai ada perbaikan substansial menuju target pasar tenaga kerja full employment serta stabilitas harga".

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Powell.

Selain itu, stimulus fiskal jilid II senilai US$ 908 miliar juga tidak lama lagi akan cair, meski nilainya jauh lebih rendah ketimbang yang digelontorkan bulan Maret lalu sebesar US$ 2 triliun.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular