
Dari Rekor Termahal, Emas Antam Sudah Ambrol 8% Lebih

Pendapat para analis saat ini sama, arah pergerakan emas masih belum jelas dalam waktu dekat.
"Saya rasa emas akan tertahan di rentang pergerakan saat ini sampai kita mendapat beberapa informasi baru. Agar emas bisa ke atas US$ 1.900/troy ons, kita perlu mendapat inflormasi mengenai stimulus fiskal (di Amerika Serikat), tetapi sepertinya stimulus itu bukan prioritas saat ini," kata Kevin Grady, presiden Phoenix Futures dan Options sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (20/11/2020).
Meski demikian, hingga saat ini mayoritas analisis masih mempertahankan proyeksi emas akan kembali menguat dalam jangka panjang.
"Penguatan emas masih belum berakhir, ini hanya tertahan untuk sementara saat pelaku pasar menanti bagaimana kinerja ekonomi," kata Oleh Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, sebagaimana dilansir Kitco.
Menurun Hansen, emas berisiko melanjutkan penurunan akibat perkembangan vaksin virus corona yang membuat pelaku pasar kembali masuk ke aset-aset berisiko. Tetapi, Hansen masih tetap bullish (tren naik) terhadap emas, meski tidak akan buru-buru melakukan aksi beli.
"Saya masih bullish terhadap emas, tetapi saya tidak akan buru-buru melakukan aksi beli. Ketika harga emas turun ke bawah US$ 1.850 dan menguji rerata pergerakan 200 hari, itu akan menjadi peluang beli untuk saya," kata Hansen.
Sementara itu, Peter Hug, direktur trading global Kitco Metals mengatakan penggerak utama emas hingga bisa kembali ke atas US$ 2.000/troy ons, adalah stimulus fiskal di AS, tetapi kemungkinan tidak akan ada sebelum pelantikan presiden baru pada bulan Januari nanti.
"Pasar masih mencari katalis. Dari sudut pandang teknikal support (tahanan bawah) berada di US$ 1.850/troy ons, masih terlihat cukup kuat. Katalis nantinya adalah stimulus fiskal, dan itu kemungkinan tidak akan cair hingga Januari nanti," kata Hug.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]