Anjlok 2% Pekan Ini, Emas Antam Punya Potensi To The Moon!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2020 10:20
emas batangan
Foto: Ilustrasi Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Antam (Atam) Tbk anjlok lebih dari 2% di pekan ini. Emas Antam satuan 1 gram Sabtu (14/11/2020) kemarin dibanderol Rp 985.000/batang, turun dari Sabtu pekan lalu Rp 1.006.000/batang.

Pada Kamis (12/11/2020), emas Antam bahkan sempat menyentuh level termurah sejak 21 Juli, Rp 968.000/batang.

Ambrolnya harga emas dunia menjadi pemicu kemerosotan harga emas Antam. Pada hari Senin lalu, harga emas dunia ambrol 4,6% ke US$ 1.861,86/troy ons. Sehari setelahnya, harga emas Antam langsung langsung ambrol 3,4% dan berlanjut pada Rabu dan hari ini masing-masing 0,21%. Harga emas Antam satuan 1 gram hari ini dibanderol Rp 968.000/batang.

Baru 2 hari terakhir harga emas Antam mulai naik, mengikuti harga emas dunia, meski masih belum pulih kembali ke harga sebelum ambrol di awal pekan.

Emas dunia merupakan kiblat harga emas Antam. Ketika harga emas dunia turun, maka harga emas Antam cenderung mengekor, begitu juga sebaliknya.

Ambrolnya harga emas dunia di awal pekan terjadi setelah adanya kabar vaksin virus corona dari Pfizer.

Perusahaan farmasi asal AS tersebut berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, dan mengumumkan vaksin buatanya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.

Vaksin dapat membuat hidup kembali normal, roda bisnis berputar, dan perekonomian dunia bangkit. Sehingga emas yang merupakan aset safe haven menjadi kurang menarik lagi, pelaku pasar memburu aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi.

Meski demikian, para analis masih belum merubah proyeksi harga emas dunia bakalan melesat lagi ke depannya. Jika harga emas dunia melesat, harga emas Antam tentunya juga akan "to the moon".

"Virus bisa hilang, tetapi bukan berarti perekonomian akan pulih dengan cepat. Sudah terjadi banyak kerusakan yang tidak bisa diperbaiki dengan cepat," kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, sebagaimana dilansir Kitco, Senin (9/11/2020).

"Pada dasarnya kita melihat pelaku pasar yang keluar dari emas setelah melakukan aksi beli dalam 6 bulan terakhir. Tetapi masih ada banyak ketidakpastian untuk emas, vaksin menjadi kabar bagus (bagi perekonomian), tetapi tetap tidak merubah narasi (penguatan emas) yang ada," katanya

Hansen merupakan analis yang memprediksi harga emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons dalam beberapa tahun ke depan.

Satu troy ons, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 4.000 per troy ons dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 128,61 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.000/US$, maka harga emas bisa menembus Rp 1,8 juta/gram.

Meski pada akhirnya vaksin sukses menanggulangi virus corona, tetapi masih belum diketahui seberapa cepat perekonomian akan bangkit.

Guna membangkitkan kembali perekonomian, pemerintah di berbagai negara menggelontorkan stimulus fiskal yang masif. Stimulus tersebut menjadi salah satu bahan bakar utama emas untuk terus menguat. Dari semua negara, Amerika Serikat tentunya yang paling jumbo.

Negeri Paman Sam masih akan menggelontorkan stimulus fiskal lagi, yang pembahasannya mandek akibat pemilihan presiden 3 November lalu. Presiden terpilih AS, Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat diperkirakan akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar ketimbang Donald Trump.

Stimulus fiskal begitu juga stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak. Stimulus fiskal akan menguntungkan emas dari 2 sisi.

Pertama, semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.

Kedua, banjir likuiditas di perekonomian tentunya berisiko memicu kenaikan inflasi. Secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.

Besarnya stimulus fiskal yang digelontorkan tentunya berakibat membengkaknya utang Amerika Serikat. Besarnya rasio utang terhadap PDB AS menjadi salah satu faktor yang bisa membawa emas kembali melesat.

Analisis rasio utang terhadap PDB tersebut diungkapkan oleh salah satu perusahaan trading di Asia, WingCapital Investment.

"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] bank sentral AS [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.

Analis tersebut melihat pada periode sebelumnya ketika emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons pada September 2011, reli tersebut berakhir ketika laju kenaikan rasio utang terhadap PDB AS mulai menurun.

Berdasarkan data dari CEIC, ratio utang terhadap PDB AS di tahun 2007 sebesar 63%, kemudian melesat hingga mencapai 103% di tahun 2013.

Selama periode tersebut harga emas juga terus menanjak, hingga memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920/troy ons pada September 2011.

Di tahun 2019 sebesar 108%. Analis dari WingCApital melihat belanja masif pemerintah AS guna memerangi Covid-19 diprediksi akan membengkakkan defisit anggaran tersebut, hingga rasio utang terhadap PDB akan menyamai ketika perang dunia II ketika naik sebesar 30% tahun ini, atau menjadi sekitar 130% dari PDB.

Selain stimulus fiskal bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga menjadi bahan bakar utama emas untuk menguat. Di tahun ini, The Fed membabat habis suku bunganya menjadi < 0,25%, kebijakan yang sama diambil saat krisis finansial global 2008.

Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi investor emas karena opportunity cost menjadi rendah.

"Kenyataannya suku bunga tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat, dan itu akan bagus untuk emas. Jika kita melihat perekonomian bangkit dengan cepat, maka ada potensi inflasi akan melesat dan membuat suku bunga riil menjadi negatif," kata Hansen.

Harga emas dunia sepanjang tahun ini, hingga Jumat kemarin sudah sekitar 24%. Sementara jika melihat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons yang dicapai pada 17 Agustus lalu, emas melesat 36% dari posisi akhir tahun 2019 lalu.

Kondisi yang membuat harga emas melesat di tahun ini sama dengan 2008 yakni krisis dan stimulus moneter dan fiskal. Yang membedakan, krisis di perekonomian kali ini dipicu oleh pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sementara di tahun 2008 akibat subprime mortgage.

Tetapi langkah yang diambil sama oleh bank sentral dan pemerintah sama, khususnya di Amerika Serikat (AS).

The Fed membabat habis suku bunga acuannya menjadi 0,25%, dan menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). Yang membedakan, QE kali ini jauh lebih besar dari tahun 2008.

Sebab, The Fed mengatakan berapa pun nilainya akan digelontorkan selama dibutuhkan oleh perekonomian, sementara pada periode 2008 lalu, nilainya dipatok per bulan.

Besarnya QE yang dilakukan The Fed tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar.

Balance Sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai Balance Sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris US$ 3 triliun. Emas terus bergerak naik pada periode tersebut hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada September 2011.

QE pertama digelontorkan pada November 2008, harga emas di akhir Oktober berada di level US$ US$ 723/troy ons, emas dunia kemudian terus melesat hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920/troy ons, pada 6 September

Artinya selama periode tersebut harga emas dunia melesat 165%.

Di tahun ini, Balance Sheet The Fed melonjak signifikan, dari sekitar US$ 4,1 triliun di bulan Februari lalu, langsung melesat naik hingga saat ini lebih dari US$ 7 triliun. Kenaikan sekitar US$ 3 triliun hanya dalam tempo beberapa bulan saja.

Balance Sheet The Fed diperkirakan masih akan bertambah lagi ke depannya, sehingga harga emas tentunya berpeluang naik, mengulang periode 2008.

Jika berkaca dari 2008 hingga 2011, dimana kenaikan emas mencapai 165%, jika terjadi lagi mulai tahun ini harga emas tentunya akan memecahkan rekor tertinggi lagi.

Di akhir Februari lalu, emas berada di level US$ 1.584/troy ons, jika mengalami kenaikan 165% artinya harga emas dunia bisa mencapai sekitar US$ 4.200/troy ons. Artinya, harga emas Antam ke Rp 1,8 juta/gram berpotensi terjadi dalam beberapa tahun ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Ibu-ibu, Harga Emas Antam Sudah Drop 13% Lho, Beli?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular