
Ini Negara Asia Layak Investasi dari Credit Suisse, Ada RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Credit Suisse Group AG menyatakan ekonomi Asia akan tangguh dalam menghadapi terjangan gelombang kedua pandemi virus corona (Covid-19).
"Saya pikir, jelas Asia akan menjadi tangguh dalam menghadapi gelombang kedua dibandingkan negara Barat," kata Dan Fineman, co-Head of Equity Strategy untuk Credit Suisse di area Asia Pasifik, seperti dikutip dari CNBC International, Rabu (28/10/2020.
Berbeda dengan Asia, Amerika Serikat (AS) malah mengalami lonjakan kasus virus corona baru dalam beberapa hari terakhir. Senasib dengan AS, beberapa negara di Eropa juga mengalami lonjakan tajam kasus positif Covid-19.
"Kita perlu melihat pergeseran pola konsumsi yang terjadi di Barat sejak pandemi Covid dimulai. Meskipun belanja jasa telah menurun di sejumlah negara, kami telah melihat pergeseran pola konsumsi dari jasa ke barang, dan itu memungkinkan ekspor Asia meningkat dalam beberapa bulan terakhir," katanya.
"Selama pergeseran pola konsumsi di Barat berlanjut dari layanan menuju barang, sebenarnya kerusakan ke Asia dari gelombang kedua di Barat mungkin sangat terbatas," katanya.
Meski begitu, Fineman membeberkan beberapa negara layak investasi di Asia, karena cara mereka mengelola pandemi. Ia menandai, Korea Selatan sebagai 'pilihan teratas'.
"Mereka telah menangani pandemi dengan cukup baik, dan mereka sebenarnya tidak memiliki banyak masalah domestik sejauh menyangkut pandemi tersebut," kata Fineman, menambahkan prospek sektor ekspor negara juga telah meningkat.
Fineman juga merekomendasikan negara-negara seperti Australia dan Singapura, yang katanya memiliki 'risiko pandemi yang relatif rendah'.
"Kami akan mencari untuk merotasi ke risiko yang lebih tinggi, ekonomi yang terpukul lebih keras, tempat-tempat seperti Hong Kong atau Thailand, yang telah lebih menderita dari pandemi, jika kami mendapatkan kabar baik tentang uji coba vaksin fase tiga," lanjutnya.
Ketidakpastian juga masih membayangi Gedung Putih dan tidak jelas apakah Partai Republik akan dapat mencapai kesepakatan stimulus dengan Demokrat sebelum pemilihan Presiden.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan kepada CNBC, pembicaraan terkait stimulus melambat, tetapi pembicaraan itu masih berlangsung.
Namun menurut Tai Hui, Kepala Strategi Pasar Asia J.P. Morgan Asset Management, tetap akan ada risiko utang perusahaan jika tidak ada paket stimulus lain di AS.
Namun Hui mengatakan, pasar telah memperhitungkan beberapa risiko gagal bayar utang tersebut. Jika ekonomi global bergerak ke pemulihan bertahap tahun depan, itu akan menguntungkan aset pasar berkembang serta utang perusahaan AS dan Eropa di sektor berimbal hasil tinggi.
"Jika ekonomi global akan pulih secara bertahap pada tahun 2021, 2022, itu berarti ... kinerja pasar negara berkembang kemungkinan besar," kata Hui. "Anda cenderung mendapatkan dolar AS yang lebih lemah, yang biasanya merupakan kabar baik untuk aset pasar berkembang, baik itu pendapatan tetap atau ekuitas."
(wed/wed)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Amit-Amit Krisis AS Merembet ke RI, Siapin Ini dari Sekarang!