Tips Berinvestasi di Kala Pandemi

Monica Wareza, CNBC Indonesia
10 August 2020 07:25
Ilustrasi Investasi (Freepik)
Foto: Ilustrasi Investasi (Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi memang menantang dan bahkan merupakan momentum yang sangat sulit bagi masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Tidak sedikit rekan-rekan kita yang kehilangan pekerjaan, atau bahkan susah makan.

Namun, bagi yang masih bisa bersyukur memiliki jalan hidup yang lebih baik, tentu bisa lebih berhemat dan dapat menyisihkan uang dingin (idle money) di tengah pengeluaran yang berkurang dari WFH atau aktivitas kumpul-kumpul yang berkurang yang biasa disebut jajan sosial alias nongkrong.

Nah, dari sisi kecil yang dapat disyukuri dari pandemi ini, ada baiknya kita merefleksi aktivitas investasi kita.



1. Tambah Ilmu, Baca, dan Pelajari Lagi

Pernah dengar gagal bayarnya Koperasi Simpan Pinjam Indosurya? Atau pernah dengar financial planner Jouska yang dinilai nakal mentransaksikan rekening efek nasabahnya? Banyak variabel dalam investasi yang dipengaruhi satu hal penting, yaitu faktor ketidaktahuan.

Bahkan, banyak pihak yang menjadikan faktor ketidaktahuan sebagai pintu masuk penipuan hingga perampokan. Karena itu, membaca dan mempelajari kita sendiri dulu merupakan hal awal untuk berinvestasi.

Dapat dimulai dengan memahami keuangan kita. Dilanjutkan dengan memahami kebutuhan kita. Kemudian dikaitkan dengan keinginan dan cita-cita kita. Dan terakhir adalah eksekusi. Untuk eksekusi pun seharusnya perlu dipelajari latar belakangnya lagi tempatnya menitipkan dana.

"Saya berharap kepada masyarakat, ini adalah sebuah pelajaran berharga untuk berhati hati dalam berinvestasi apapun itu. Dan cross-check background financial institution berkali-kali," kata seorang nasabah Jouska. Karena itu mari mempelajari investasi lebih dalam lagi.



2. Evaluasi Portofolio

Bagi yang sudah pernah mengeksekusi niat investasinya, tentu saat ini menjadi saat yang tepat untuk melihat kembali ke kantong-kantong portofolio kita, baik yang diparkir di sektor keuangan maupun di sektor riil.

Adanya nilai aset yang turun, dan mudah-mudahan tidak sedikit aset yang naik, membuat kita perlu merefleksi kembali tujuan awal investasi. Apalagi dengan adanya pandemi, kita juga perlu mengimbangi kebutuhan jangka pendek yang menjadi prioritas saat ini dengan tema investasi yang jauh ke depan.

Aksi yang biasa disebut rebalancing portofolio tersebut tentu dapat menjadi tujuan belajar dan meningkatkan kualitas pribadi guna memanfaatkan waktu yang lebih longgar selama adaptasi kebiasaan baru (AKB) seperti yang dirasakan sekarang.

3. Untuk Awam dan yang Sibuk, Cari yang Full Online

Untuk yang sudah punya rekening investasi pasar modal, tentu tidak ingin kesulitan lagi membuka rekening yang lain jika kepincut promosi atau keunggulan yang belum disediakan tempatnya berinvestasi yang awal.

Membuka rekening investasi keuangan, baik lewat bank, sekuritas, manajer investasi, agen penjual reksa dana yang dipercaya, tentu menjadi hal yang wajib dijalani meskipun prosesnya panjang jika dilakukan secara manual. Lembaran-lembaran formulir pembukaan rekening yang harus diisi tentu membuat lelah calon investor.

Di zaman penuh teknologi seperti sekarang, "niscaya" institusi investasi keuangan yang ketinggalan start dalam menyediakan fasilitas pembukaan rekening online tentu akan kesulitan bersaing dengan yang lain. Karena alih-alih mengisi formulir manual hingga selesai, calon investor biasanya akan malas duluan dan mengurungkan niatnya menanam dananya agar berbuah di kemudian hari.

Jangan keburu malas dulu. Faktanya, tidak sedikit bank, sekuritas, manajer investasi, atau agen penjual reksa dana yang sudah menyediakan fasilitas online tersebut.

Catat saja empat bank besar yaitu BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI, sudah start duluan dan membolehkan adanya pembukaan rekening baru melalui aplikasinya. Bahkan, nasabah BNI yang memanfaatkan fasilitas pembukaan rekeningnya secara cepat, yaitu BNI Sonic, sudah 12.900 orang hingga akhir 2019.

"BNI punya BNI Sonic, cukup 3 menit untuk buka rekening," ujar Giri Dwi Susanto, Deputy General Manager Divisi Pengelolaan Jaringan BNI, kepada CNBC Indonesia pada akhir tahun lalu.

Untuk perusahaan efek, catatan bursa menunjukkan sekurangnya ada 14 sekuritas yang sudah menyediakan fasilitas serupa, seperti Indo Premier Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, BCA Sekuritas, MNC Sekuritas, dan BNI Sekuritas. Mandiri Sekuritas dan MNC Sekuritas misalnya, bahkan sudah memberikan layanan pembukaan rekening hingga 10 menit saja.

Manajer investasi yang memiliki strategi penjualan ritel sendiri juga lebih dulu menyediakan layanan online itu, beserta fintech-fintech yang sudah diberi izin berjualan reksa dana secara online oleh OJK, yang biasa disebut Aperd Online, seperti Bareksa, Tanamduit, Bibit, atau Raiz.

4. Bisa Dimulai dari Minim Sekali, Bahkan Mikro

Dulu saham dan reksa dana itu eksklusif, karena seseorang baru dapat mengantongi gelar mulia sebagai "investor pasar modal" haruslah memiliki dana minimal Rp 10 jutaan. Namun, seiring waktu, nilai itu turun ke Rp 5 juta, ke Rp1 juta, lalu ke Rp 100.000.

Bahkan, sekarang ada institusi keuangan yang sudah membuka diri dan mempersilahkan investor barunya menanam dana mulai dari Rp 10.000, yang biasa disebut investasi mikro keuangan. Principal Asset Management misalnya. Mereka sudah membuka pintu pertama reksa dana yang dapat dibeli dengan nilai mikro, lebih kecil dari mini, yaitu Rp 10.000 sejak 2018, yang diikuti institusi lain.

Seiring waktu, inovasi pun bertambah untuk investasi mikro. Raiz Invest Indonesia misalnya. Mereka punya fitur investasi bernama Round-Ups, yang yang mengadopsi kesuksesan induk usahanya di Australia dengan investasi mikro yang juga dimulai dari Rp 10.000.

Fitur itu dapat melakukan pembulatan atas transaksi online yang dilakukan nasabah melalui internet banking yang didaftarkan oleh nasabah. Dari setiap transaksi perbankan yang dilakukan nasabah, akan dilakukannya pembulatan keatas dari nilai transaksi tersebut. Sisihan dana yang nantinya terkumpul menjadi Rp 50.000 itu akan dimasukan ke ke dalam investasi oleh nasabah melalui aplikasi Raiz.

"Mekanisme otomatisasi ini akan membuat proses investasi nasabah berjalan dengan sendirinya tanpa harus rutin melakukan transaksi satu per satu," ujar Karmela M Kartodirdjo, Partnership and Marketing Manager Raiz Invest, belum lama ini.

5. Cari yang Berkelanjutan

Selain dengan cara mikro, investasi saat pandemi juga disarankan dilakukan secara bertahap dan rutin atau berkelanjutan. Karena tren suku bunga dunia saat ini sudah rendah, maka investasi di saham dan reksa dana saham masih menjadi pilihan bagi investor dengan tujuan investasi jangka panjang.

"Yang dapat kita sarankan adalah sebaiknya pembelian [saham] memang dilakukan bertahap yang sudah dapat dimulai dari saat ini, karena kita sudah tahu betapa besarnya program stimulus fiskal yang akan dikucurkan," ujar manajemen Eastspring Investments Indonesia dalam buletin Spring Letter pada April lalu.

Dengan demikian, siapa yang dapat merajut masa depan dengan dana terbatas di masa pandemi ini? Tentu investor yang sudah berpikir cara sampai sana, dan yang mulai merealisasikannya. Dikit demi sedikit lama-lama bisa beli bukit, bukan?



(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek! Cara Mudah Ketahui Kapan Investasi Kamu Cuan 100%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular