Round Up

Apes! Sepekan Harga Emas Antam Jeblok Rp 24.000/gram

Haryanto, CNBC Indonesia
18 April 2020 12:22
Gubernur BI Perry Warjiyo di Live Streaming Pembacaan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI
Foto: Gubernur BI Perry Warjiyo di Live Streaming Pembacaan Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI

Di sisi lain, penurunan dalam harga emas Antam juga diperkirakan karena permintaan untuk aset pendapatan tetap (fixed income) yang menguat seiring dengan sejumlah kebijakan stimulus yang digelontorkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

Bank Indonesia (BI) memastikan kebijakan yang dianggap sebagai 'jamu' oleh Gubernur BI Perry Warjiyo adalah longgar, atau kebijakan moneter longgar.

"Semua jamunya BI itu longgar. Diwujudkan dalam quantitative easing (QE) yang lebih besar dan pelonggaran makroprudensial dan akselerasi sistem pembayaran," kata Perry, Jumat (17/4/2020).

Quantitative Easing (QE) adalah salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang beredar.

Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada hari Jumat (17/4/2020) kemarin menguat didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan.

Kenaikan obligasi juga ditopang setelah Gubernur BI mengatakan bahwa perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).

Selain itu, Perry Warjiyo, Gubernur BI, kembali menegaskan bahwa kurs rupiah masih terlalu murah (undervalued) dibandingkan fundamentalnya. Oleh karena itu, Perry yakin bahwa rupiah akan terus bergerak stabil cenderung menguat ke arah Rp 15.000/US$ pada akhir 2020.

Penguatan rupiah, lanjut Perry, akan didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan. Selama 14-16 April, BI mencatat arus modal asing adalah Rp 2,9 triliun. "Inflow ini sebagian besar ke SBN," katanya dalam konferensi pers Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).

Berdasarkan data historis, tambah Perry, arus modal asing yang masuk ke Indonesia lebih banyak dan berlangsung lebih lama ketimbang arus modal keluar (capital outflow). Sepanjang 2011-2019, rata-rata outflow dari SBN adalah Rp 29,2 triliun dalam waktu empat bulan.

Namun, inflow ternyata lebih deras dan lebih lama. pada 2011-2019, inflow di SBN rata-rata adalah Rp 229,1 triliun dalam kurun waktu 21 bulan.

Bank Sentral juga telah menurunkan GWM per 1 Mei sebesar 200 bps, serta menambah likuiditas Rp 102 triliun. "Sehingga total quantitative easing BI sudah hampir Rp 420 triliun," terangnya.

Perry mengungkapkan lebih jauh, perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).

Minat investor untuk obligasi pemerintah inilah yang cenderung mengikis permintaan untuk aset safe haven seperti emas batangan yang di produksi oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang turun 2,73% selama sepekan ini.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA (har/har)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular