Pemerintah Larang Ekspor Nikel, Begini Respons INCO

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
27 August 2019 16:14
Percepatan larangan ini untuk menarik investasi smelter di dalam negeri sehingga dapat menghasilkan produk ekspor yang memiliki nilai tambah.
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pertambangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) merespons positif wacana pemerintah mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel yang semestinya baru akan berlaku pada 2022.

Percepatan larangan ini untuk menarik investasi smelter di dalam negeri sehingga dapat menghasilkan produk ekspor yang memiliki nilai tambah.

Presiden Direktur Vale Indonesia, Nico Kanter berpendapat, wacana pelarangan ekspor bijih nikel berdampak positif bagi Vale. Apalagi, harga nikel dunia kembali menguat paska pemerintah melontarkan wacana ini ke publik. Nico menyebut, saat ini, Indonesia mendominasi suplai nikel ke pasar global yakni sebesar 27%.

"Setiap statement pemerintah akan berdampak bagi harga nikel, saya ingin sampaikan, ini dampak baiknya tidak hanya bagi Vale, tapi juga untuk Indonesia juga," kata Nico Kanter, Selasa (27/8/2019) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

Nico menuturkan, wacana pelarangan ini sudah mengemuka sejak 2014 lalu dan turut direspons positif bagi pelaku industri pertambangan nikel dengan membuat smelter di dalam negeri agar produknya memiliki nilai tambah.

Adapun mengenai potensi ekspor nikel yang akan berkurang dengan ada kebijakan ini, Vale memberikan catatan, pemerintah harus menyikapinya secara lebih terpadu dan lebih berhati-hati mengeluarkan kuota ekpsor nikel.

"Indonesia punya kekuatan sumber daya alam, kalau diekspor kita tidak punya leverage apa apa lagi. Kebijakan ini akan menguntungkan dan menjaga indonesia memiliki competitive adanvantage," ungkapnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, pelarangan ekspor bijih nikel bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk nikel melalui pengolahan raw material sehingga dapat menghasilkan produk ekspor yang memiliki nilai tambah yang pada akhirnya mampu mengurangi defisit transaksi berjalan.

"Semua ekspornya itu hampir sebagian besar ke Tiongkok yang nikmati nilai tambah siapa? Tiongkok kan. Sekarang yang punya 26 lebih IUP itu ya mau juga berkorban dong, jangan hanya karena dapat untung berapa ya terus ekspor saja," tegas Luhut dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Jumat (23/8/2019).

Ia pun mengatakan, akan membenahi tata niaga perdagangan, termasuk pengenaan harga jual bijih nikel domestik, seperti yang disampaikan oleh para pengusaha nikel. Pembenahan aturannya bisa dengan mekanisme harga batas atas dan batas bawah.

"Ada yang perlu dibenahi (tata niaga), kami juga tidak mau pengusaha yang smelter di sini itu semua yang atur harga, pemerintah yang akan atur harga itu, supaya pemilik-pemilik IUP tadi juga masok ke smelter sini dengan harga yang pantas," tutur Luhut.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim belum ada pembicaraan terkait adanya wacana tentang harga jual batas atas dan bawah untuk komoditas bijih nikel. "Sekarang kondisinya itu masih belum ada pembicaraan," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.
(hps/hps) Next Article Anak Mau Masuk SD 3 Tahun Lagi, Saham-saham Ini Bisa Dilirik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular