
Dikepung Rentetan Sentimen Negatif, Harga SUN Amblas
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
11 December 2018 11:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah amblas pada awal perdagangan hari ini akibat kepungan sentimen negatif, baik dari sisi global dan domestik.
Koreksi terjadi pada seluruh empat seri acuan, dengan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 14,43 basis poin (bps), padahal rerata pergerakan yield harian sebesar 5 bps.
Sentimen negatif datang bertubi-tubi dari global ketika data ketenagakerjaan sektor pertanian AS di bawah prediksi sehingga mengkhawatirkan iklim investasi global.
Selain itu, tertundanya pemungutan suara Brexit akibat kekhawatiran backstop di Irlandia Utara turut menambah kelam awan gelap sentimen negatif.
Dari regional, pertumbuhan neraca perdagangan China yang melambat dan di bawah prediksi turut menjadi penyebab utama.
Dari sisi domestik, Indeks Penjualan Riil (IPR) Oktober yang melambat dan sudah terjadi selama 2 bulan terakhir.
Gempuran sekian banyak sentimen negatif itu memicu koreksi harga surat utang negara (SUN), yang seiring dengan koreksi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat yield.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling anjlok adalah FR0064 yang bertenor 10 tahun di mana kenaikan yield yang terjadi adalah 17,1 bps.
Besaran 100 bps setara dengan 1%. Bersamaan dengan itu, seluruh seri acuan lain yaitu 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga melemah dengan kenaikan yield 11,6bps, 15,6 bps, dan 13,4 bps menjadi 8,16%, 8,39%, dan 8,37.
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 542 bps, melebar dari posisi kemarin 525 bps.
Yield US Treasury 10 tahun terkoreksi tipis hingga 2,852% dari posisi kemarin 2,85% karena kekhawatiran investor global sehingga memburu instrumen yang dianggap lebih aman. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 898,54 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.3674 triliun berdasarkan data per 7 Desember.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 2,05 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 37,85% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,6% menjadi 6.072 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,52% menjadi Rp 14.625 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS itu tidak seiring dengan melemahnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang turun 0,12% menjadi 97,094.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami India dan Thailand sedangkan sisanya masih melemah yaitu di Brasil, China, Malaysia, Singapura, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan dialami pasar OATs di Perancis, gilts di Inggris, dan JGB di Jepang, sedangkan pasar bund di Jerman dan US Treasury di AS masih melemah.
Kondisi itu menunjukkan bahwa dana global tampaknya sedang menyasar instrumen yang lebih aman, baik dolar AS maupun emas.
Harga spot emas LMAX masih menunjukkan kenaikan harga US$ 1.245 dari kemarin US$ 1.244, sekaligus masih menunjukkan tren kenaikan sejak 27 November 2018.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Beli SBN di Pasar Sekunder Lebih Cuan? Ini Penjelasannya
Koreksi terjadi pada seluruh empat seri acuan, dengan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) sebesar 14,43 basis poin (bps), padahal rerata pergerakan yield harian sebesar 5 bps.
Sentimen negatif datang bertubi-tubi dari global ketika data ketenagakerjaan sektor pertanian AS di bawah prediksi sehingga mengkhawatirkan iklim investasi global.
Dari regional, pertumbuhan neraca perdagangan China yang melambat dan di bawah prediksi turut menjadi penyebab utama.
Dari sisi domestik, Indeks Penjualan Riil (IPR) Oktober yang melambat dan sudah terjadi selama 2 bulan terakhir.
Gempuran sekian banyak sentimen negatif itu memicu koreksi harga surat utang negara (SUN), yang seiring dengan koreksi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat yield.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling anjlok adalah FR0064 yang bertenor 10 tahun di mana kenaikan yield yang terjadi adalah 17,1 bps.
Besaran 100 bps setara dengan 1%. Bersamaan dengan itu, seluruh seri acuan lain yaitu 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga melemah dengan kenaikan yield 11,6bps, 15,6 bps, dan 13,4 bps menjadi 8,16%, 8,39%, dan 8,37.
Yield Obligasi Negara Acuan 11 Dec 2018 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 10 Dec 2018 (%) | Yield 11 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 10 Dec'18 |
FR0063 | 5 tahun | 8.044 | 8.16 | 11.60 | 8.0532 |
FR0064 | 10 tahun | 8.107 | 8.278 | 17.10 | 8.1539 |
FR0065 | 15 tahun | 8.241 | 8.397 | 15.60 | 8.3305 |
FR0075 | 20 tahun | 8.377 | 8.511 | 13.40 | 8.3796 |
Avg movement | 14.43 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 542 bps, melebar dari posisi kemarin 525 bps.
Yield US Treasury 10 tahun terkoreksi tipis hingga 2,852% dari posisi kemarin 2,85% karena kekhawatiran investor global sehingga memburu instrumen yang dianggap lebih aman. Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 898,54 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.3674 triliun berdasarkan data per 7 Desember.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 2,05 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 37,85% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,6% menjadi 6.072 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,52% menjadi Rp 14.625 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS itu tidak seiring dengan melemahnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang turun 0,12% menjadi 97,094.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya dialami India dan Thailand sedangkan sisanya masih melemah yaitu di Brasil, China, Malaysia, Singapura, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan dialami pasar OATs di Perancis, gilts di Inggris, dan JGB di Jepang, sedangkan pasar bund di Jerman dan US Treasury di AS masih melemah.
Kondisi itu menunjukkan bahwa dana global tampaknya sedang menyasar instrumen yang lebih aman, baik dolar AS maupun emas.
Harga spot emas LMAX masih menunjukkan kenaikan harga US$ 1.245 dari kemarin US$ 1.244, sekaligus masih menunjukkan tren kenaikan sejak 27 November 2018.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 10 Dec 2018 (%) | Yield 11 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 10.11 | 10.22 | 11.00 |
China | 3.309 | 3.312 | 0.30 |
Jerman | 0.251 | 0.252 | 0.10 |
Perancis | 0.706 | 0.704 | -0.20 |
Inggris | 1.221 | 1.214 | -0.70 |
India | 7.594 | 7.587 | -0.70 |
Italia | 3.1 | 3.115 | 1.50 |
Jepang | 0.042 | 0.041 | -0.10 |
Malaysia | 4.086 | 4.087 | 0.10 |
Filipina | 7.12 | 7.12 | 0.00 |
Rusia | 8.68 | 8.68 | 0.00 |
Singapura | 2.227 | 2.239 | 1.20 |
Thailand | 2.57 | 2.55 | -2.00 |
Turki | 16.85 | 16.7 | -15.00 |
Amerika Serikat | 2.85 | 2.85 | 0.00 |
Afrika Selatan | 9.14 | 9.165 | 2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Beli SBN di Pasar Sekunder Lebih Cuan? Ini Penjelasannya
Most Popular