
Rupiah Melemah Lagi, Harga Obligasi Pemerintah Ambrol
Irvin Avriano A., CNBC Indonesia
03 August 2018 18:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi ditutup terkoreksi signifikan pada penghujung pekan ini seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Data Reuters menunjukkan koreksi harga terjadi di seluruh empat seri surat berharga negara (SBN) acuan dan sekaligus membuat tingkat imbal hasilnya (yield) naik.
Penurunan yield paling dalam dialami seri 5 tahun dan 10 tahun, masing-masing sebesar 9 basis poin menjadi 7,72% dan 7,82%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dua seri acuan lain yaitu 15 tahun dan 20 tahun mengalami kenaikan yield 6 bps dan 4 bps menjadi 8,15% dan 8,18%.
Pada akhir pekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah. Namun penguatan dolar AS berhasil didorong ke bawah Rp 14.500, tepatnya pada Rp 14.490 per dolar AS. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya.
Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah terhadap dolar AS. Depresiasi terdalam dialami yuan China. Kemudian disusul rupee India, ringgit Malaysia, dan rupiah di posisi keempat.
Penguatan dolar AS terjadi seiring dengan rilis data-data ekonomi AS yang sepertinya terus positif sekaligus memberi konfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun.
Hal tersebut akan membuat kenaikan suku bunga acuan sepanjang 2018 menjadi empat kali, lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelummya yaitu tiga kali.
Meskipun penurunan harga obligasi pemerintah cukup dalam hari ini, selama sepekan terakhir yield bond pemerintah seri acuan tidak terlalu besar karena harganya sempat merangkak dalam beberapa di awal pekan ini.
Koreksi hanya terjadi 8 bps untuk seri acuan 10 tahun menjadi 7,82% dan 7 bps untuk seri 5 tahun menjadi 7,72%.
Pekan depan, pemerintah akan melelang versi syariah dan bond, yaitu surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target maksimal Rp 6 triliun. Selain itu, Badan Pusat Statistik juga akan merilis data pertumbuan ekonomi.
(hps) Next Article Pengelola Dana Jumbo Buka-bukaan Soal Investasi di Obligasi
Data Reuters menunjukkan koreksi harga terjadi di seluruh empat seri surat berharga negara (SBN) acuan dan sekaligus membuat tingkat imbal hasilnya (yield) naik.
Keempat seri obligasi (bond) pemerintah acuan adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun. Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang.
Penurunan yield paling dalam dialami seri 5 tahun dan 10 tahun, masing-masing sebesar 9 basis poin menjadi 7,72% dan 7,82%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
![]() |
Pada akhir pekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah. Namun penguatan dolar AS berhasil didorong ke bawah Rp 14.500, tepatnya pada Rp 14.490 per dolar AS. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya.
Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah terhadap dolar AS. Depresiasi terdalam dialami yuan China. Kemudian disusul rupee India, ringgit Malaysia, dan rupiah di posisi keempat.
Penguatan dolar AS terjadi seiring dengan rilis data-data ekonomi AS yang sepertinya terus positif sekaligus memberi konfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun.
Hal tersebut akan membuat kenaikan suku bunga acuan sepanjang 2018 menjadi empat kali, lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelummya yaitu tiga kali.
Meskipun penurunan harga obligasi pemerintah cukup dalam hari ini, selama sepekan terakhir yield bond pemerintah seri acuan tidak terlalu besar karena harganya sempat merangkak dalam beberapa di awal pekan ini.
Koreksi hanya terjadi 8 bps untuk seri acuan 10 tahun menjadi 7,82% dan 7 bps untuk seri 5 tahun menjadi 7,72%.
Pekan depan, pemerintah akan melelang versi syariah dan bond, yaitu surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target maksimal Rp 6 triliun. Selain itu, Badan Pusat Statistik juga akan merilis data pertumbuan ekonomi.
![]() |
(hps) Next Article Pengelola Dana Jumbo Buka-bukaan Soal Investasi di Obligasi
Most Popular