Dolar Cuma Rp6.550 di Era Presiden Habibie, Apa Rahasianya?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Sabtu, 27/12/2025 19:45 WIB
Foto: Habibie/REUTERS/Garry Lotulung

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah pada akhir Desember 2025 masih bergerak di kisaran Rp16.700-Rp16.800 per dolar AS, mencerminkan kuatnya tekanan global, terutama dari arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Angka tersebut mengingatkan pada periode kelam krisis moneter 1998, ketika rupiah sempat terpuruk ke level serupa, bahkan dalam waktu yang jauh lebih singkat dan disertai krisis politik besar.

Kala itu, lonjakan dolar menjadi salah satu faktor runtuhnya 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto. Pergantian kepemimpinan ke tangan Presiden B.J. Habibie tidak serta-merta menumbuhkan optimisme pasar.


Habibie dipandang bukan ekonom, melainkan teknokrat industri pesawat yang selama Orde Baru kerap dikritik karena proyek-proyek mahal. Bahkan, mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew sempat meragukan kemampuan Habibie dan menilai rupiah berpotensi makin terpuruk.

Namun sejarah justru mencatat sebaliknya. Di tengah krisis terdalam, Habibie berhasil memulihkan kepercayaan pasar dan membawa rupiah menguat drastis hingga sempat menyentuh level sekitar Rp6.550 per dolar AS. Ada tiga kebijakan kunci yang menjadi fondasi keberhasilan tersebut.

1. Restrukturisasi Perbankan dan Penguatan Bank Indonesia

Langkah pertama adalah restrukturisasi perbankan. Krisis 1998 memperlihatkan rapuhnya sistem perbankan nasional akibat liberalisasi pendirian bank melalui Paket Oktober 1988 yang tidak diimbangi pengawasan memadai. Ketika krisis melanda, banyak bank kolaps dan memicu penarikan dana besar-besaran oleh nasabah.

Habibie menjadikan sektor perbankan sebagai fokus utama pemulihan. Pemerintah menutup dan menggabungkan bank-bank bermasalah, termasuk menggabungkan empat bank milik negara menjadi satu entitas besar, Bank Mandiri. Tak kalah penting, Habibie memisahkan Bank Indonesia dari pemerintah melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 1999.

Dalam otobiografinya B.J. Habibie: Detik-detik yang Menentukan (2006), Habibie menegaskan kebijakan tersebut krusial untuk menguatkan rupiah. Bank sentral, menurutnya, harus independen, objektif, dan bebas dari intervensi politik agar kebijakan moneter kredibel di mata pasar.

2. Moneter Ketat Lewat SBI untuk Pulihkan Kepercayaan Pasar

Langkah kedua adalah penerapan kebijakan moneter ketat. Pemerintah dan Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan suku bunga sangat tinggi. Tujuannya sederhana: mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan mendorong dana kembali masuk ke sistem keuangan.

Habibie mengklaim kebijakan ini efektif. Suku bunga yang sempat melonjak hingga sekitar 60% perlahan turun ke level belasan persen. Seiring itu, kepercayaan publik terhadap bank kembali pulih dan tekanan terhadap rupiah mereda.

3. Stabilisasi Harga Bahan Pokok di Tengah Krisis

Langkah ketiga adalah pengendalian harga kebutuhan pokok. Di tengah krisis, Habibie menilai stabilitas harga pangan dan energi sebagai faktor vital. Pemerintah mempertahankan harga listrik dan BBM bersubsidi agar tidak melonjak, sehingga daya beli masyarakat tidak jatuh lebih dalam.

Kebijakan ini memang menuai kontroversi. Habibie bahkan sempat melontarkan pernyataan yang dianggap nyeleneh dengan menganjurkan rakyat berpuasa agar lebih hemat di masa krisis.

"Ketika terjadi masa krisis saat B.J. Habibie diangkat menjadi presiden, ia menganjurkan rakyat melakukan puasa Senin-Kamis," tulis A. Makmur Makka dalam buku Inspirasi Habibie (2020).

Terlepas dari kontroversi, kombinasi tiga kebijakan tersebut terbukti ampuh. Kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia berangsur pulih, arus modal asing kembali masuk, dan rupiah menguat signifikan. Dalam waktu relatif singkat, dolar AS yang sempat menembus Rp16.800 berhasil ditekan hingga sekitar Rp6.550, sebuah capaian yang hingga kini kerap dikenang sebagai salah satu pemulihan nilai tukar paling dramatis dalam sejarah ekonomi Indonesia.


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Masih di 8.600-an Jelang Natal, Target 9.000 Kian Jauh?