Alasan Sebenarnya Kenapa Tak Ada Tuyul Curi Uang di Bank

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Sabtu, 27/12/2025 20:15 WIB
Foto: Ilustrasi tuyul. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sosok tuyul sudah lama dipercaya masyarakat Indonesia sebagai makhluk halus berbentuk anak kecil yang konon dipelihara untuk mencuri uang. Dalam cerita rakyat, tuyul digambarkan mencuri dari rumah ke rumah demi memperkaya majikannya, bahkan disebut juga mengambil barang atau surat berharga lain.

Namun, muncul pertanyaan klasik: mengapa tuyul tidak pernah mencuri uang di bank atau menguras saldo e-money yang nilainya jauh lebih besar?


Hingga kini, tak pernah ada kasus bank kehilangan dana akibat makhluk mistis tersebut. Jawaban populer yang beredar biasanya bernuansa mistik, mulai dari tuyul takut logam, brankas, hingga kalah oleh "penjaga gaib" bank.

Di balik cerita itu, ada penjelasan rasional yang justru membongkar asal-usul mitos tuyul. Untuk memahaminya, kita perlu mundur ke akhir abad ke-19, tepatnya setelah 1870, ketika pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi atau politik pintu terbuka, menggantikan sistem tanam paksa.

Menurut Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010, kebijakan ini melahirkan rezim kolonial baru. Lahan perkebunan rakyat diambil alih dan diubah menjadi perkebunan besar serta pabrik gula. Dampaknya, banyak petani kecil di Jawa kehilangan tanah dan jatuh semakin dalam ke jurang kemiskinan.

Di saat yang sama, muncul kelompok pedagang, baik pribumi maupun Tionghoa, yang mendadak kaya. Kekayaan mereka tumbuh cepat seiring terbukanya arus perdagangan dan ekonomi uang. Fenomena ini menimbulkan keheranan di kalangan petani yang hidup dalam sistem dan terbiasa bertani sekadar untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Sejarawan Ong Hok Ham menjelaskan, masyarakat agraris kala itu memandang kekayaan sebagai sesuatu yang harus tampak prosesnya. Jika seseorang menjadi kaya, orang lain harus bisa melihat kerja keras atau sumbernya secara jelas. Masalahnya, para petani tidak melihat proses itu pada para pedagang kaya baru.

Kebingungan tersebut berubah menjadi kecemburuan. George Quinn mencatat bahwa dalam pandangan masyarakat Jawa, kekayaan juga harus bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Ketika asal-usul harta tak bisa dijelaskan, muncullah tuduhan bahwa kekayaan itu berasal dari pencurian atau cara-cara gelap.

Dalam masyarakat yang kental dengan mistisisme, tuduhan itu berkembang menjadi keyakinan bahwa orang kaya bersekutu dengan makhluk halus, salah satunya tuyul. Sosok tuyul pun menjadi simbol penjelas atas ketimpangan ekonomi yang tidak dipahami oleh masyarakat kecil.

Akibatnya, para pedagang dan pengusaha sukses kerap kehilangan legitimasi sosial. Mereka dicap hina karena dianggap memperoleh kekayaan lewat cara haram. Ong Hok Ham mencatat, stigma ini bahkan mempengaruhi perilaku orang kaya yang cenderung menyembunyikan harta agar tidak dituduh memelihara setan.

Dari sinilah mitos tuyul menguat dan diwariskan lintas generasi. Cerita tuyul bukan bukti makhluk gaib pencuri uang, melainkan refleksi sosial atas ketimpangan ekonomi akibat perubahan struktur kolonial. Itulah sebabnya tuyul hanya "mencuri" dari rumah ke rumah dalam cerita, dan tak pernah muncul di bank atau sistem keuangan modern.

 


(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inovasi Payment Gateway Genjot Transaksi Digital 2026