Rupiah Ditutup Tertekan, Dolar AS Naik ke Rp16.685
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang rupiah kembali melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS)Â pada perdagangan hari ini, Selasa (16/12/2025).
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan sore ini, Selasa (16/12/2025) rupiah ditutup terdepresiasi 0,15% atau terkoreksi ke level Rp16.685/US$. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di range level Rp16.660 - Rp16.693/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, pada pukul 15.00 WIB tengah mengalami pelemahan tipis 0,03% di level 98,281.
Pelemahan rupiah hari ini terjadi di tengah sikap hati-hati pelaku pasar yang menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dimulai hari ini dan akan berlanjut hingga pengumuman keputusan kebijakan moneter pada Rabu (17/12/2025).
Sebagai catatan, pada RDG terakhir yang berlangsung 18-19 November 2025, Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI-Rate di level 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75% dan Lending Facility sebesar 5,50%.
BI menyatakan akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter yang akomodatif, prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta stabilitas nilai tukar rupiah dalam memanfaatkan ruang kebijakan ke depan.
Dari sisi eksternal, dolar AS bergerak dengan kecenderungan melemah menjelang rilis sejumlah data ekonomi penting Amerika Serikat. Namun sayangnya, di tengah pelemahan dolar AS di pasar global, rupiah belum mampu memanfaatkan momentum tersebut.
Indeks dolar sempat mendekati level terendah sejak pertengahan Oktober sebelum kembali bergerak stabil. Pelaku pasar kini menantikan rilis laporan ketenagakerjaan gabungan Oktober dan November, yang sebelumnya tertunda akibat penutupan pemerintah AS terpanjang dalam sejarah, serta sejumlah indikator awal sektor manufaktur.
Selain itu, pelaku pasar menunjukkan probabilitas 75,6% bahwa bank sentral AS akan menahan suku bunga pada pertemuan berikutnya 28 Januari, berdasarkan CME FedWatch Tool.
Meski demikian, sebagian pelaku pasar masih menilai data ketenagakerjaan yang akan dirilis belum sepenuhnya mencerminkan kondisi aktual, sehingga arah kebijakan moneter AS ke depan masih dipenuhi ketidakpastian.
(evw/evw)[Gambas:Video CNBC]