Purbaya Kenakan Bea Keluar Emas Hingga 15% di 2026, Ini Kata DPR!
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun memastikan dukungannya kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menetapkan tarif bea keluar untuk ekspor komoditas emas.
Menurutnya, kebijakan itu menjadi instrumen fiskal penting untuk memperkuat struktur industri nasional dan memastikan hilirisasi berjalan. Ia menegaskan Indonesia tidak boleh lagi mengekspor emas mentah atau setengah jadi tanpa memberikan nilai tambah bagi perekonomian domestik.
"Kita harus memastikan Indonesia tidak lagi hanya menjadi pemasok bahan mentah. Hilirisasi emas adalah agenda jangka panjang untuk memperkuat sektor industri dan keuangan nasional," kata Misbakhun melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (10/12/2025).
Misbakhun menjelaskan bea keluar akan mendorong pelaku usaha memindahkan proses pemurnian dan pengolahan ke dalam negeri. Dengan disinsentif atas ekspor setengah jadi melalui penerapan bea keluar itu, rantai nilai emas ia anggap akan semakin terintegrasi, dari pertambangan hingga produksi emas batangan dan perhiasan berstandar internasional.
Integrasi ini menurutnya penting untuk meningkatkan daya tawar Indonesia di pasar global yang selama ini dikuasai negara pemurni.
Legislator dari Partai Golkar itu juga menekankan hilirisasi emas harus sejalan dengan pengembangan ekosistem keuangan berbasis komoditas. Ia menilai pembentukan bank emas menjadi elemen kunci untuk meningkatkan likuiditas pasar domestik dan memperkuat cadangan devisa.
"Emas memiliki fungsi ganda sebagai komoditas dan instrumen keuangan. Dengan menjaga pasokan emas di dalam negeri, ruang penguatan pasar keuangan akan semakin luas," ujarnya.
Sementara dari sisi regulasi, Misbakhun meminta Purbaya memastikan aturan teknis bea keluar disusun jelas, konsisten, dan berbasis tata kelola yang akuntabel. Kepastian regulasi, menurutnya, menjadi syarat bagi pelaku industri untuk menambah kapasitas pemurnian dan berinvestasi dalam fasilitas pengolahan.
Misbakhun juga menekankan perlunya pengawasan ketat atas perdagangan emas. Ia menyebut potensi penyimpangan, mulai dari under-invoicing, manipulasi kadar, hingga penyelundupan, harus dicegah agar kebijakan tetap efektif.
"Pengawasan yang terukur dan berbasis data adalah syarat mutlak. Kelemahan pengawasan akan langsung menggerus manfaat kebijakan," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menyiapkan tarif bea keluar emas 7,5%-15% mulai 2026. Ekspor hanya diperbolehkan untuk emas berkadar minimal 99% dan wajib diverifikasi melalui Laporan Surveyor.
Kebijakan ini diperkirakan targetnya menambah penerimaan negara sekitar Rp 3 triliun per tahun serta memperkuat pasokan emas bagi industri dan sektor keuangan domestik sebagai bagian dari strategi hilirisasi mineral nasional.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu sebelumnya juga mengatakan, kebijakan ini dirancang untuk memenuhi makin tingginya permintaan emas di dalam negeri sejak kehadiran bullion bank, di tengah terus susutnya cadangan bijih emas di Indonesia.
Cadangan bijih emas Indonesia yang dicatat oleh Kementerian ESDM terbaru yakni sebesar 3.481 ton per 2023, dari posisi sebelumnya pada 2022 sebesar 3.510 ton. Indonesia merupakan pemilik cadangan tambang emas terbesar ke-4 dunia dengan porsi 5,6%, di bawah Australia yang di posisi pertama dengan porsi 18,8%, Rusia 18,8%, dan Afrika Selatan 7,8%.
"Kami mendapat update bahwa permintaan masyarakat tinggi sekali, dan cukup sulit bagi mereka (bullion bank) untuk mendapatkan emas saat ini padahal kita cadangan emas nomor empat di dunia," kata Febrio saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) terbaru yang akan menetapkan tarif bea keluar emas ini rencananya akan terbit pada akhir 2025 dan berlaku dua pekan sejak diundangkan. PMK baru ini nantinya akan diikuti dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag dan Kepmendag terkait Harga Patokan Ekspor (HPE) Emas.
Dalam RPMK ini, Febrio mengatakan, komoditas yang akan dikenakan bea keluar pertama ialah dore dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya dengan tarif 12,5% bila Harga Mineral Acuan (HMA) lebih kecil atau sama dengan US$ 2.800 dan di atas US$ 3.200/troy ounce.
Sedangkan bila HMA emas di atas atau sama dengan US$ 3,200/troy ounce tarif bea keluarnya sebesar 15%.
Demikian juga untuk emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa, berbentuk granules, dan bentuk lainnya, tidak termasuk dore tarifnya 12,5% dan 15%.
Sedangkan untuk produk emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa, berbentuk bongkah, ingot, dan cast bars, tidak termasuk dore tarifnya 10% dan 12,5%. Sedangkan untuk minted bars tarifnya antara 7,5% dan 10%.
"Tarifnya akan lebih tinggi dibanding kalau makin hilir, ketika dia sudah dalam bentuk ingot atau cast bar, apalagi kalau dalam bentuk minted bars sehingga tarifnya lebih rendah," ucap Febrio.
Febrio memastikan, RPMK Bea Keluar Emas ini telah disepakati Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait melalui rapat harmonisasi yang dipimpin Kementerian Hukum dan memperhatikan usulan Kementerian ESDM.
(arj/haa)