MARKET DATA

Rusia-Ukraina Mau Damai, Harga Minyak Dunia Longsor

Emanuella Bungasmara Ega Tirta,  CNBC Indonesia
24 November 2025 11:25
minyak dunia
Foto: minyak dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kembali terkoreksi di awal pekan. Per pukul 09.45 WIB, Senin (24/11/2025) berdasarkan data Refinitiv, Brent (LCOc1) berada di US$62,48 per barel, turun tipis dari posisi US$62,56 pada 21 November. Sementara WTI (CLc1) turun ke US$57,98 per barel, dari US$58,06 pada perdagangan sebelumnya.

Meski penurunannya tidak drastis hari ini, tekanan terhadap minyak terlihat sejak sepekan terakhir. Dari tren historis, Brent terus merosot dari US$63,38 (20/11) hingga menyentuh US$62,48, sedangkan WTI turun dari US$59,14 (20/11) menjadi US$57,98. Koreksi beruntun ini menandai periode pelemahan paling agresif sejak awal Oktober.



Penyebab utamanya masih terkait kondisi geopolitik menyangkut prospek kesepakatan damai Ukraina-Rusia. Pelaku pasar tengah menakar kemungkinan aliran minyak mentah Rusia kembali deras ke pasar global apabila proses negosiasi damai berujung pada pelonggaran sanksi.

Harga yang semakin mendekati titik psikologis ini menunjukkan sensitivitas pasar terhadap perkembangan diplomatik. Investor minyak memperlakukan proses perundingan sebagai katalis penentu keseimbangan global apakah akan terbentuk "era suplai longgar" atau justru terjadi kebuntuan baru.

Para pemimpin Eropa dan sekutu lainnya telah menyampaikan ke AS bahwa rencana penyelesaian konflik Ukraina-Rusia masih perlu dikaji lebih jauh, terutama untuk menahan dorongan administrasi Presiden Donald Trump yang ingin memberikan konsesi lebih kepada Rusia. Tujuan utamanya adalah memastikan ada syarat yang wajib dipenuhi sebelum tenggat Thanksgiving.

Dalam perkembangan terkini, setelah perundingan AS-Ukraina di Jenewa pada Minggu kemarin, Menteri Luar Negeri Marco Rubio memberi sinyal bahwa tenggat 27 November untuk mendapatkan dukungan Ukraina terhadap rencana tersebut bisa mundur ke pekan berikutnya. Bagi pasar minyak, penundaan tenggat berarti area abu-abu yang berkepanjangan ketidakpastian semakin panjang, volatilitas harga semakin besar.

Selain faktor geopolitik, ekspektasi surplus pasokan minyak tahun depan juga menekan harga. Pasar telah memperkirakan produksi yang melimpah karena OPEC+ dan produsen besar lain termasuk Amerika terus meningkatkan output. Jika pasokan Rusia ikut masuk kembali ke pasar akibat kesepakatan damai, potensi kelebihan suplai akan makin besar.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Minyak Dunia Ambles ke US$ 67, Pasar Lepas Risiko Perang


Most Popular