Dulu Bikin Kaya, Kini Strategi Sama Bikin Investor Kripto Auto Miskin
Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga kripto sepanjang tahun ini ternyata banyak didorong oleh penggunaan utang (leverage) dalam jumlah besar. Banyak trader menggunakan berbagai produk turunan yang memungkinkan mereka memperbesar keuntungan, namun sekaligus mempercepat kerugian ketika pasar berbalik arah.
Mengutip Wall Street Journal, dalam dua pekan terakhir, aksi jual besar-besaran di pasar kripto kembali menunjukkan betapa berbahayanya strategi berisiko tinggi tersebut. Bahkan, dalam beberapa kasus, investor punya lebih banyak cara daripada sebelumnya untuk melakukan perdagangan margin tinggi yang berisiko seperti menaruh US$1 untuk membuka posisi senilai US$100 di Bitcoin.
Strategi ini bisa menghasilkan cuan besar asal pasar bergerak sesuai prediksi. Namun, ketika harga mengalami hal sebaliknya, kerugiannya bisa berlipat dan modal trader bisa langsung dilikuidasi karena tak cukup menutup kerugian.
Data CoinGlass menunjukkan bahwa total likuidasi harian di bursa kripto sudah meningkat sepanjang tahun, namun mencapai rekor tertinggi pada Oktober 2025. Lonjakan ini dipicu aksi jual setelah Presiden Trump mengumumkan tarif baru terhadap China, yang mengguncang pasar dan memaksa bursa menutup posisi para investor yang merugi.
Analis di perusahaan data kripto Nansen Nicolai Søndergaard mengatakan, pada akhirnya, pasar saat ini memberi lebih banyak pilihan kepada investor. "Tapi kalau risikonya tidak dikelola, konsekuensinya juga jauh lebih besar," ujarnya Kamis (20/11).
Bitcoin anjlok sekitar 29% dari rekor tertingginya di atas US$ 126.000 pada Oktober 2025, hingga menyentuh US$ 89.440, level terendah sejak April. Setidaknya dua pekan terakhir, tekanan terbesar di pasar datang dari trader yang memakai leverage.
Seorang trader kripto berusia 33 tahun yang sudah aktif sejak 2013 mengaku, Kevin Wan mengatakan, dalam dua pekan terakhir harga Bitcoin bergerak brutal. Wan mengaku berhasil mendapatkan keuntungan sekitar US$120.000 setelah membuka posisi short dengan leverage 20x ketika BTC berada di level US$106.000.
"Saya belajar dari siklus sebelumnya: simpan uang di tempat yang tidak mudah diakses, agar tidak terjebak revenge trading," katanya.
Di sisi lain, koreksi Bitcoin ikut menyeret perusahaan-perusahaan yang menyimpan kripto sebagai aset treasury. Strategy turun 36% dalam sebulan.
Hal ini dialami oleh BitMine Immersion Technologies, perusahaan ether-treasury yang didukung Peter Thiel dan dipimpin veteran Wall Street Tom Lee, merosot 41%. Penurunan tersebut bahkan lebih dalam dari Bitcoin itu sendiri, yang turun 18% di periode yang sama.
Meskipun demikian, dengan regulasi AS yang kini lebih ramah terhadap kripto setelah Trump kembali terpilih, investor memiliki lebih banyak akses terhadap instrumen berisiko tinggi. Misalnya saja, Coinbase yang meluncurkan perpetual futures untuk trader AS dengan leverage hingga 10x.
Selain itu, CBOE akan merilis kontrak bitcoin dan ether dengan masa berlaku 10 tahun pada Desember.
Sehingga, pinjaman kripto kembali populer, menawarkan imbal hasil lebih tinggi daripada tabungan bank konvensional. Namun tingginya imbal hasil datang bersama risiko besar. Tahun 2022, banyak pemberi pinjaman kripto runtuh saat pasar jatuh.
Meski begitu, minat investor tidak surut. Menurut Galaxy Digital, nilai pinjaman kripto, baik dari platform terpusat maupun terdesentralisasi, mencapai rekor baru US$74 miliar pada akhir September, melewati rekor era bull market 2021. Artinya, meskipun koreksi terbaru telah menghapus sebagian besar posisi berleverage, para trader menilai tren ini tidak akan berhenti.
"Sampai ada pihak regulator yang benar-benar menetapkan batasan, saya rasa penggunaan leverage tetap akan terus berkembang," ujar Head of Over-the-Counter Trading di Wintermute Jake Ostrovskis.
(fsd/fsd)