Harga Minyak Dunia Melemah, Sinyal Pasar Kelebihan Pasokan

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
Kamis, 13/11/2025 10:30 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia — Harga minyak dunia kembali melemah pada perdagangan Kamis (13/11/2025), memperpanjang tren koreksi setelah kejatuhan tajam di sesi sebelumnya.

Berdasarkan Refinitiv pukul 09.25 WIB, harga minyak Brent (LCOc1) ditutup di level US$62,58 per barel, turun tipis dari posisi kemarin US$62,71. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI/CLc1) juga melemah ke US$58,34 per barel dari US$58,49.


Pelemahan ini memperkuat sinyal bahwa pasar minyak global kini tengah bergulat dengan kelebihan pasokan. Setelah sempat menguat di awal November, harga kini turun lebih dari 4% dibanding posisi awal pekan lalu. Investor mulai menilai bahwa permintaan global tak cukup kuat untuk menyerap lonjakan produksi dari sejumlah produsen utama.

OPEC melaporkan bahwa pasokan global telah melampaui permintaan pada kuartal ketiga 2025. Kondisi tersebut mempertegas kekhawatiran bahwa pasar minyak kembali masuk ke fase oversupply, seperti yang terjadi pada periode 2019-2020. Surplus ini juga menekan strategi pemangkasan produksi yang sebelumnya dilakukan OPEC+ untuk menstabilkan harga.

Dari sisi Amerika Serikat, Badan Informasi Energi (EIA) menaikkan proyeksi produksi minyak mentah menjadi 13,58 juta barel per hari untuk tahun depan, naik dari perkiraan sebelumnya 13,51 juta. Kenaikan ini menunjukkan bahwa produsen shale oil AS tetap agresif meski harga berada di bawah US$60 per barel.

Selain faktor fundamental, struktur harga minyak di pasar berjangka turut mengonfirmasi tren bearish. Selisih harga WTI jangka pendek dan jangka panjang (spread) sempat berbalik ke posisi contango, yakni kondisi di mana harga kontrak jangka panjang lebih tinggi dibanding harga spot. Pola ini umumnya mencerminkan melimpahnya pasokan jangka pendek dan lemahnya permintaan fisik.

Tekanan tambahan juga datang dari kekhawatiran ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih. Permintaan bahan bakar dari sektor industri dan transportasi menunjukkan perlambatan, terutama di Asia dan Eropa. China, sebagai konsumen minyak terbesar kedua dunia, masih menghadapi hambatan dalam pemulihan manufaktur dan ekspor.

Sejumlah analis menilai harga minyak berpotensi bergerak di kisaran US$57-63 per barel dalam jangka pendek, tergantung pada kecepatan penyesuaian pasokan dari OPEC+ dan dinamika ekonomi global.

Dengan situasi pasokan yang berlimpah dan permintaan yang belum pulih, pasar minyak kembali berada di persimpangan antara realitas produksi dan ekspektasi ekonomi. Investor kini menanti langkah OPEC+ selanjutnya, apakah akan memperpanjang atau menambah pemangkasan produksi untuk menahan tekanan harga yang terus bergulir.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Ditutup Melemah 1,04% Hingga Harga Minyak Dunia Menguat