Harga Minyak Ambles, Damai Rusia-Ukraina Banjiri Pasokan Global
Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga minyak dunia kembali berada di zona merah pada perdagangan Jumat (21/11/2025), tertekan oleh kekhawatiran meningkatnya pasokan global di tengah dorongan Amerika Serikat (AS) untuk mencapai kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina.
Melansir Refinitiv pukul 10.05 WIB, harga Brent turun ke US$62,70 per barel, merosot dari posisi sebelumnya US$63,38. Sementara WTI juga melemah ke US$58,29 per barel, dibandingkan sehari sebelumnya di US$59,14.
Penurunan hari ini menambah koreksi mingguan yang sudah dalam. Sepanjang pekan, kedua acuan minyak itu menuju penurunan di atas 2%, seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa potensi damai Rusia-Ukraina akan memicu tambahan pasokan ke pasar global dan menghapus premi risiko geopolitik yang selama ini menopang harga.
Sentimen pasar berubah bearish setelah Washington secara aktif mendorong proposal perdamaian untuk mengakhiri konflik tiga tahun antara Rusia dan Ukraina. Ironisnya, desakan perdamaian datang di saat sanksi terhadap dua produsen utama Rusia-Rosneft dan Lukoil-mulai berlaku hari ini. Meski begitu, investor menilai dampaknya bisa bersifat sementara jika kesepakatan damai tercapai, karena Rusia berpotensi kembali meningkatkan penjualan minyaknya ke pasar global tanpa tekanan geopolitik sebesar saat ini. Dalam aturan terbaru, Lukoil diberikan waktu hingga 13 Desember untuk melepas portofolio internasionalnya, termasuk aset-aset di hilir.
Analis IG, Tony Sycamore, menuturkan bahwa bahkan peluang kecil tercapainya kesepakatan sudah cukup untuk menggerus harga minyak, karena pasar mulai mem-price in berkurangnya premi risiko akibat konflik. Menurutnya, selama Ukraina belum menolak proposal secara resmi, pasar cenderung melihat peluang terjadinya kesepakatan sebagai faktor bearish bagi harga crude.
Di sisi lain, tekanan terhadap harga juga datang dari faktor makro global. Penguatan dolar AS membuat minyak semakin mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga menekan permintaan. Dolar tercatat menuju kinerja mingguan terbaik dalam lebih dari sebulan, seiring meningkatnya keyakinan bahwa Federal Reserve belum akan memangkas suku bunga pada bulan depan. Ketidakpastian arah kebijakan suku bunga memicu risk-off dan meredam selera investor terhadap aset berisiko, termasuk komoditas energi.
Prospek damai Rusia-Ukraina, kekhawatiran oversupply, dan penguatan dolar membuat pasar minyak sulit menemukan pijakan untuk rebound dalam waktu dekat. Dengan kondisi tersebut, pelaku pasar kini menunggu rilis data persediaan serta perkembangan diplomasi geopolitik untuk mencari arah baru harga minyak ke depan.
CNBCÂ IndonesiaÂ
(emb/emb)[Gambas:Video CNBC]