JPMorgan Izinkan Klien Gunakan Bitcoin & Ethereum Jadi Jaminan Kredit
Jakarta, CNBC Indonesia - JPMorgan Chase & Co. tengah menyiapkan kebijakan baru yang memungkinkan klien institusionalnya menggunakan Bitcoin dan Ethereum sebagai agunan pinjaman. Hal ini menandai salah satu integrasi aset kripto paling langsung ke dalam sistem kredit Wall Street hingga saat ini.
Mengutip Decrypt, Minggu (26/10/2025), program yang diperkirakan diluncurkan pada akhir 2025 ini akan menggunakan model kustodian pihak ketiga untuk menyimpan token yang dijaminkan, sebagaimana dilaporkan Bloomberg. Saham JPMorgan naik tipis 0,18% dalam perdagangan pra-pasar ke level US$ 294,93.
Berdasarkan kerangka kerja yang dilaporkan, klien dapat menempatkan aset kripto yang dipegang oleh kustodian yang disetujui terhadap jalur kredit atau pinjaman terstruktur, yang memungkinkan bank untuk mengelola eksposur tanpa secara langsung mengambil alih kustodian aset digital.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari keputusan JPMorgan sebelumnya pada Juni lalu untuk menerima dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) berbasis kripto sebagai agunan, memperluas kebijakan tersebut dari derivatif dan saham reksa dana hingga aset acuan itu sendiri.
Setelah berjalan, program ini dapat menempatkan Bitcoin dan Ethereum dalam ekosistem agunan yang sama dengan instrumen investasi tradisional seperti obligasi pemerintah, emas, atau ekuitas, meskipun dengan volatilitas dan risiko yang lebih tinggi.
Namun, langkah JPMorgan bisa jadi "lebih merupakan keniscayaan" mengingat sebelumnya mereka tidak ramah terhadap kripto, ujar Samuel Patt, salah satu pendiri metaprotokol Bitcoin OP_NET, kepada Decrypt.
Patt menyoroti adanya "ketegangan fundamental" yang sedang terjadi, di mana Bitcoin, misalnya dibangun untuk menghilangkan risiko rekanan, bukan untuk digadaikan kembali ke dalam sistem keuangan yang sama.
"Semakin banyak lembaga keuangan mengintegrasikan Bitcoin, semakin mereka harus belajar untuk mematuhi aturannya, bukan sebaliknya," kata Patt.
Menurut dia, ketika bank mulai menerima aset kripto, mereka sebenarnya memasukkan aset yang diperdagangkan 24 jam dan nilainya terus berubah (mark-to-market assets) ke dalam sistem keuangan yang masih menggunakan mekanisme penyelesaian tradisional.
"Ini menantang manajemen eksposur kredit; Anda tidak bisa memperlakukan BTC dengan cara yang sama seperti Anda memperlakukan obligasi pemerintah atau obligasi korporasi," katanya.
Menurutnya, departemen risiko kini harus memodelkan volatilitas intraday, likuiditas bursa, dan solvabilitas kustodian secara real-time. Sementara itu, komite kredit perlu mengembangkan kerangka kerja baru untuk agunan kripto, dimana margin dinamis, umpan oracle off-chain, dan asuransi risiko kustodian menjadi persyaratan inti, bukan sekadar pertimbangan belakangan.
Bank Integrasikan Aset Digital
Langkah JPMorgan tampaknya sejalan dengan tren yang lebih luas di antara bank-bank di AS yang mulai mengintegrasikan aset digital ke dalam pinjaman dan pengelolaan aset di tengah upaya untuk mengkalibrasi ulang pedoman federal tentang keterlibatan kripto.
Sebelum Undang-Undang GENIUS mengemuka pada bulan Juli, bank-bank besar AS telah mengkonsolidasikan rencana untuk menantang pasar stablecoin.
Pada bulan Juli, BNY Mellon bermitra dengan Goldman Sachs untuk meluncurkan produk pasar uang tokenisasi bagi klien institusional, memperluas kemampuan penyimpanan dan penyelesaian aset digital yang telah ada sejak tahun 2021.
Bulan lalu, Morgan Stanley berkomitmen untuk memungkinkan klien ritel di platform ETrade mereka berdagang Bitcoin, Ethereum, dan Solana pada kuartal kedua tahun depan. Awal bulan ini, bank tersebut mengonfirmasi pelonggaran pembatasan investasi kripto, memperluas akses ke dana kripto di seluruh segmen klien dan jenis akun, termasuk akun pensiun.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article JPMorgan Borong 117,42 Juta Saham BRI (BBRI)