
Perubahan Arah Kebijakan RI Jadi Harapan Pertumbuhan Pasar Modal

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang akhir tahun, terutama di September 2025 menjadi masa penuh dinamika. Sejumlah peristiwa besar, mulai dari reshuffle kabinet, program stimulus fiskal baru, penerbitan obligasi inovatif, hingga kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed), memberikan sinyal kuat bagi pertumbuhan perekonomian dalam negeri ke arah yang lebih baik.
Dalam laporan terbarunya, Henan Asset mengungkapkan dampak dari kehadiran kabinet yang telah berumur setahun, serta pergeseran arah kebijakan. Dinamika politik Indonesia langsung dihadapi dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk reshuffle kabinet pada pekan pertama September. Henan menyebutkan salah satu keputusan yang paling menarik perhatian masyarakat adalah penggantian Sri Mulyani Indrawati dengan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan baru.
Pergantian ini dinilai sebagai langkah politik untuk memperkuat arah pro-growth, berbeda dari pendekatan disiplin fiskal ketat yang menjadi khas era Sri Mulyani.
Awalnya, pasar menanggapi dengan hati-hati. Kekhawatiran muncul terkait potensi volatilitas jangka pendek, mengingat rekam jejak Purbaya yang relatif terbatas dalam kebijakan fiskal. Sentimen tersebut tercermin langsung di pasar keuangan, di mana nilai tukar rupiah sempat melemah dan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik sekitar 15 bps pada pekan pertama setelah reshuffle.
Henan Asset menilai seiring waktu, pandangan pasar mulai bergeser. Sebagian pelaku pasar melihat peluang dari kemungkinan kebijakan fiskal yang ekspansif, terutama latar belakang Purbaya sebagai ekonom yang dekat dengan lembaga investasi negara dan dinilai dapat memperkuat koordinasi fiskal-moneter dengan mempercepat realisasi belanja pemerintah.
Optimisme semakin kuat ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus angka psikologis 8.000, didorong oleh ekspektasi terhadap arah kebijakan fiskal yang lebih longgar serta komitmen pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Stimulus Jumbo: Arah Pro-Growth yang Lebih Agresif
Tidak butuh waktu lama, Menteri Keuangan Purbaya langsung meluncurkan paket stimulus ekonomi dengan total Rp200 triliun yang disalurkan ke Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) melalui mekanisme Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Tujuannya untuk memperkuat likuiditas perbankan dan memperluas penyaluran kredit ke sektor produktif.
Sekitar 4% dari total dana tersebut diarahkan untuk mendukung pinjaman ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan bunga rendah melalui skema Deposit on Call pemerintah di bank milik negara. Program ini diproyeksikan menurunkan biaya dana dan mempercepat transmisi likuiditas ke masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan berbagai program insentif, yakni 20.000 program magang untuk fresh graduates, keringanan pajak bagi 552.000 rumah tangga berpenghasilan menengah, dan program subsidi kredit kendaraan roda dua bagi 731.361 pekerja informal.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mendongkrak permintaan domestik, khususnya di tengah kondisi penjualan ritel yang melemah ke level 117,2 pada Agustus 2025, yang merupakan level terendah sejak 2022.
RAPBN 2026: Arah Fiskal Semakin Ekspansif
Pemerintah menetapkan belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun dalam RAPBN 2026, naik 6,1% dibandingkan dengan anggaran tahun lalu. Angka ini menjadi fondasi bagi penguatan program prioritas di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial sambil menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan global.
Dengan pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp3.153,6 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) Rp692,99 triliun, kebijakan fiskal 2026 menegaskan komitmen pada ekspansi terukur. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan melakukan pemantauan hingga akhir tahun terhadap serapan anggaran, guna memastikan dana terserap maksimal tanpa penyimpangan serta memberi hasil nyata bagi masyarakat.
Patriot Bonds: Nasionalisme Investor di Pasar Obligasi
Dari sisi pendanaan, pasar obligasi domestik mencatat tonggak penting dengan penerbitan "Patriot Bonds" senilai Rp50 triliun oleh Danantara. Instrumen ini berhasil menarik minat besar dari investor institusi domestik, dengan kupon rendah 2% dan tenor menengah.
Dana hasil penerbitan akan digunakan untuk mendukung proyek energi bersih dan infrastruktur strategis nasional, sejalan dengan agenda pemerintah menuju transisi energi dan ketahanan ekonomi jangka panjang.
Sejalan dengan itu, dana hasil penerbitan Patriot Bonds akan mulai disalurkan pada akhir Oktober 2025 demi mendukung peluncuran sedikitnya delapan proyek waste to power yang dikelola Danantara. Proyek tahap awal akan berfokus di Jakarta dengan 4-5 lokasi prioritas sebelum diperluas ke kota-kota lain di Jawa dan Bali.
Inisiatif ini tidak hanya menjadi langkah konkret dalam pembiayaan hijau, tetapi juga mencerminkan kolaborasi strategis antara pemerintah dan investor domestik dalam mendorong ketahanan energi dan Pembangunan berkelanjutan jangka panjang.
Kebijakan Moneter Serempak: BI dan The Fed Seirama Turunkan Suku Bunga
![]() |
Menambah momentum kebijakan pro-growth, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin ke 4,75%. Keputusan ini mengejutkan pasar karena diumumkan lebih cepat dari The Fed, yang beberapa hari kemudian memangkas suku bunga ke 4,00-4,25%.
Sinergi pelonggaran moneter ini memberikan dua efek utama: meningkatkan likuiditas domestik yang diharapkan dapat mempercepat transmisi penurunan suku bunga kredit, sekaligus mendorong aktivitas pembiayaan dan konsumsi. Meski demikian, langkah ini juga berpotensi menambah tekanan jangka pendek terhadap rupiah, seiring melemahnya daya tarik aset berdenominasi rupiah pasca kebijakan dovish The Fed.
Outlook Oktober 2025: Momentum Implementasi dan Uji Kredibilitas Kebijakan
Oktober akan menjadi periode krusial bagi pasar domestik. Berbagai kebijakan agresif dan inovatif perlu diimbangi dengan eksekusi yang efisien dan efektif.
Patriot Bond Danantara yang menjadi sorotan saat pelaku pasar mengamati eksekusi tender infrastruktur waste-to-energy senilai Rp50 triliun oleh Danantara akan menjadi ujian awal bagi efektivitas Patriot Bond sekaligus menjadi komitmen menuju net-zero 2060.
Injeksi likuiditas Rp200 triliun dan penurunan suku bunga BI diharapkan mulai terasa pada penurunan bunga pinjaman dan percepatan pertumbuhan kredit. Sementara itu, arah kebijakan fiskal di bawah Menteri Keuangan baru akan menjadi penentu stabilitas sentimen, arus modal, dan premi risiko Indonesia.
Henan Asset menyebut jika ketiganya bergerak serempak ke arah positif serta ditopang kombinasi kebijakan yang akomodatif dan perbaikan fundamental ekonomi, pasar berpotensi melanjutkan penguatan hingga akhir tahun. Kemudian memberikan berbagai kesempatan bagi investor untuk mengambil peluang.
Menavigasi Arah Baru Kebijakan dengan Strategi yang Tepat
"Di tengah perubahan besar ini, kami memahami bahwa setiap fase pasar menghadirkan dinamika dan peluangnya sendiri. Peran kami tidak berhenti pada mengejar peluang, tetapi memastikan setiap langkah investasi Anda terarah dengan presisi dan ketahanan," tulis Henan Asset, dikutip Senin (20/10/2025).
Lebih dari sekadar mengelola portofolio, Henan Asset merancang solusi investasi yang berakar pada riset mendalam, disiplin strategi, dan wawasan makroekonomi yang komprehensif. Portofolio Henan Asset dirancang untuk selalu adaptif terhadap perubahan, tanpa kehilangan tujuan jangka panjangnya.
"Bagi kami, investasi bukan hanya tentang meraih imbal hasil ketika pasar menguat, tetapi juga menjaga ketenangan ketika volatilitas meningkat. Dalam setiap kondisi, Henan Asset hadir untuk memastikan Anda tetap ternavigasi, terarah, dan senantiasa selangkah di depan," tutup Henan Asset.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sinyal Ekonomi Bangkit, 4 Hal Ini Jadi "Pemantik" Pasar Modal RI
