IHSG Ambruk Hampir 2%, Saham Prajogo & Bank Rontok Bareng!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 14/10/2025 16:42 WIB
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkapar pada perdagangan hari ini, Selasa (14/10/2025). Indeks ditutup turun 160,68 poin atau 1,95% ke level 8.066,52. 

IHSG bahkan sempat meninggalkan level 8.000 dengan penurunan lebih dari 3%. Mayoritas atau 614 saham berada di zona merah. Sebanyak 144 bertahan di zona hijau dan 198 tidak bergerak. 

Nilai transaksi hari ini sangat ramai, yakni Rp 31,76 triliun dengan melibatkan 46,79 miliar saham dalam 3,22 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun merosot jadi Rp 15.179 triliun. 


Mengutip Refinitiv, hanya ada dua sektor yang menguat hari ini, yaitu kesehatan (0,87%) dan properti (1,07%). Utilitas memimpin pelemahan dengan penurunan 4,04%, dan diikuti oleh bahan baku (-2,55%), konsumer primer (-2,41%), serta finansial (-2,19%). 

Adapun pada saat IHSG anjlok 3%, saham emiten Prajogo Pangestu menjadi pemberat utama. Barito Pacific (BRPT), Barito Renewables Energy (BREN), Chandra Asri Pacific (TPIA), Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), dan Chandra Daya Investasi (CDIA) menyeret IHSG sebesar -56 indeks poin.

Namun kemudian ada yang menadahi saham-saham Prajogo di harga bawah, sehingga koreksi IHSG terpangkas menjadi 1,1%. 

Selanjutnya, saham-saham emiten perbankan menyusul koreksi dalam hingga penutupan perdagangan. Pada akhir sesi II, BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), BCA (BBCA), dan BNI (BBNI) masing-masing turun 3,01%, 3,31%, 1,02%, dan 2,56%. 

BBRI, BMRI, dan BBNI pun menyumbang -35,81 indeks poin terhadap penurunan IHSG.

VP Marketing Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengatakan koreksi IHSG hari ini didorong oleh aksi profit taking. Pasalnya kenaikan IHSG pada akhir pekan lalu cenderung tidak didorong penguatan volume transaksi dan indikator RSI menunjukkan IHSG sudah di posisi overbought, sehingga terjadi technical correction.

Selain itu IHSG juga tertekan oleh pergeseran penempatan investasi. "Dengan kenaikan harga komoditas safe haven, seperti emas yang mencatatkan kenaikan signifikan dan menyentuh new ATH di atas level $4.100, menunjukkan investor cenderung mencari aset yang lebih stabil," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/10/2025).

Hal tersebut seiring dengan ketidakpastian ekonomi global yang meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mewacanakan pengenaan tarif baru 100% ke Tiongkok untuk produk rare earth. Investor merespons hal tersebut sebagai sentimen negatif ke pasar di tengah masa gencatan tarif.

Sejalan, Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan penurunan harga saham konglomerat mengindikasikan adanya aksi profit taking yang dilakukan para pelaku pasar untuk mengalihkan asetnya ke instrumen safe haven seperti emas misalnya, karena ketidakpastian masih kuat.

Sebagaimana diketahui, pernyataan Trump membuat volatilitas pasar kembali meningkat. Pekan lalu Wall Street kehilangan nilai kapitalisasi lebih dari Rp33.000 triliun dalam 24 jam.

Trump berencana memberikan tambahan hingga 100% terhadap barang-barang asal China, langkah yang memicu respons keras dari Beijing. 

Pemerintah China pada Selasa (14/10/2025) menegaskan siap "bertarung sampai akhir" jika Washington memaksa konfrontasi ekonomi terus berlanjut.

Selain tarif, Trump juga mengumumkan bahwa mulai 1 November mendatang, Amerika Serikat akan memberlakukan kontrol ekspor atas seluruh "perangkat lunak kritis" yang dianggap penting bagi keamanan nasional.

Dalam pernyataan resmi pada Selasa, juru bicara Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa posisi Beijing dalam perang dagang tetap konsisten.

"Jika Anda ingin bertarung, kami akan bertarung sampai akhir. Jika Anda ingin bernegosiasi, pintu kami tetap terbuka," kata pernyataan tersebut, dilansir AFP.

Meskipun retorika kerasnya menuai kecaman, Trump tampak mencoba menenangkan situasi lewat unggahan di media sosial pada Minggu. Ia menulis bahwa "semuanya akan baik-baik saja" dan menegaskan bahwa Amerika Serikat tetap "ingin membantu China".

Namun, sinyal peredaan itu tak banyak mengubah pandangan pasar bahwa hubungan perdagangan dua raksasa ekonomi dunia tersebut kini memasuki fase paling tegang sejak perang dagang pertama kali meletus pada 2018.

Sementara itu, di tengah meningkatnya ancaman tarif, data resmi terbaru menunjukkan ekspor China justru tumbuh kuat. Pada September, pengiriman barang ke luar negeri naik 8,3% secara tahunan, laju tercepat sejak Maret dan jauh melampaui perkiraan analis.

Saat ini, barang-barang asal China sudah dikenai tarif setidaknya 30% oleh AS, sebagai bagian dari kebijakan yang diberlakukan Trump dengan dalih memerangi praktik dagang tidak adil dan dugaan keterlibatan Beijing dalam perdagangan fentanyl, narkotika sintetis yang mematikan.

Sebagai balasan, China memberlakukan tarif 10% terhadap sejumlah produk Amerika Serikat.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Shutdown AS Tak Ganggu Pasar Global-IHSG Ditutup Menguat