Soal Utang Kereta Cepat, Rosan: Danantara Nego ke China
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) mengungkapkan kabar terbaru upaya restrukturisasi proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung atau Whoosh. CEO Danantara Rosan Roeslani mengatakan, pihaknya sedang bernegosiasi dengan pihak China.
"Sedang berjalan dengan pihak China, baik dengan pemerintah China, sedang berjalan," ujarnya saat ditemui di JCC Senayan Jakarta, Rabu (8/10).
Rosan mengatakan, solusi yang diperlukan pada persoalan proyek ini bukan hanya restrukturisasi, melainkan reformasi.
"Kita maunya bukan restrukturisasi (yang mungkin menyisakan potensi masalah) di kemudian hari, kita mau melakukan reformasi secara keseluruhan," ungkapnya.
Harapannya, dengan adanya reformasi, setelah dilakukan restrukturisasi tidak akan terjadi lagi persoalan serupa.
"Jadi begitu kita restrukturisasi, ke depannya tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini, seperti keputusan default (gagal bayar) dan lain-lain," imbuhnya.
Sebelumnya, COO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Dony Oskaria mengaku sudah bertemu dengan manajemen PT KAI (Persero) untuk melakukan restrukturisasi utang kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
"Sudah, sudah (bertemu)," ujarnya saat ditemui di gedung Smesco Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Dony mengatakan, rencana pembayaran utang proyek kereta cepat kepada sejumlah BUMN yang terbebani sedang dalam penjajakan. Hal tersebut juga masuk dalam RKAP Danantara tahun ini. Meskipun, Ia belum dapat memaparkan terkait skema maupun mekanismenya.
"Ini kan sedang dijajaki ya, sedang kita lakukan penjajakan, tentu akan kita bereskan proses itu, seperti mana tadi kemarin kan juga Dirut KAI juga sudah menyampaikan di DPR," sebutnya.
Seperti diketahui, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh kini menjadi beban keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin mengatakan, rasio keuangan yang membandingkan antara jumlah utang dengan jumlah ekuitas. Debt to Equity Ratio (DER) hingga semester I tahun 2025 naik dari 1,2 kali itu menjadi 1,3 kali.
"Kalau kita lihat juga total debt penugasan versus dengan non-penugasan, itu tahun 2025 semester I itu (utang) Rp 46,5 triliun itu naik dibandingkan di tahun 2024 semester I Rp 43,2 triliun," ujarnya dalam rapat dengan Komisi VI di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Sementara, total ekuitas KAI hingga semester I tahun ini juga naik dari Rp 32 triliun menjadi Rp 36,6 triliun.
Utang proyek kereta cepat juga mendapat sorotan dari pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI karena membebani keuangan BUMN transportasi kereta api tersebut.
Anggota Komisi VI, Darmadi Durianto mengatakan, utang KAI dalam kurun waktu 2 tahun cukup besar. Apalagi, KAI turut menanggung beban proyek kereta cepat.
"Saya melihat ada utang yang begitu besar yang harus ditanggung kereta api dalam proyek KCIC. Bapak pegang saham PSBI (Pilar Sinergi BUMN Indonesia) 58% lebih. PSBI kuasai 60%, China 40%. Itu kalau dihitung 2025 itu bisa beban keuangan dan dari kerugian KCIC bisa capai Rp 4 triliun lebih," ungkapnya.
Dalam kurun waktu 6 bulan saja, kata Darmadi, beban keuangan yang ditanggung KAI mencapai Rp 1,2 triliun. "Dari beban KCIC sendiri sudah Rp 950 miliar dikalikan dua. Sudah Rp 4 triliun lebih. 2024, itu Rp 3,1 triliun," imbuhnya.
Ia memproyeksikan, pada tahun 2026 utang KAI bisa mencapai Rp 6 triliun.
(fsd/fsd)