
Dolar Tak Lagi Menakutkan, Bank Dunia: Saatnya Suku Bunga Rendah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank mengungkapkan fenomena pelemahan kurs dolar terhadap berbagai mata uang negara-negara kawasan Asia dan Pasifik tengah terjadi saat ini. Kondisi ini membuat tekanan inflasi dalam tren pelemahan, bahkan membuat maraknya tren deflasi.
"Baru-baru ini, terjadi apresiasi mata uang regional terhadap dolar AS yang juga telah mengurangi tekanan inflasi. Dan terakhir, ada negara-negara seperti Tiongkok dan Thailand saat ini yang menghadapi tekanan deflasi, bukan inflasi," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo saat konferensi pers secara daring, Selasa (7/10/2025).
Kondisi itu menjadi momentum untuk memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, karena ruang penurunan suku bunga acuan yang rendah menjadi sangat terbuka lebar bagi bank sentral di berbagai negara.
Apalagi, suku bunga acuan berbagai bank sentral negara-negara berkembang menurut World Bank saat ini masih lebih tinggi ketimbang negara-negara maju. Maka, aliran modal asing masih berpotensi deras masuk meski suku bunga acuan terus dilakukan penyesuaian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
"Jadi saya merasa bahwa saat ini, suku bunga di banyak negara di kawasan ini, sebenarnya, lebih tinggi daripada suku bunga di negara-negara industri. Akibatnya, terjadi banyak aliran modal masuk, yang tentu saja berkontribusi pada depresiasi nilai tukar," ujar Aaditya.
"Jadi saya pikir sebagian besar negara di kawasan ini, termasuk, misalnya, Thailand dan Indonesia, mampu melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong aktivitas ekonomi domestik," tegasnya.
Sebagai informasi, Dolar Amerika Serikat (AS) sebetulnya kini juga tengah mengalami penurunan dalam persentase cadangan mata uang global. Penurunan ini bahkan mencapai level terendah nya dalam 30 tahun.
Berdasarkan data laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) tentang komposisi cadangan mata uang global, pangsa dolar AS dalam cadangan devisa bank sentral dunia mengalami penurunan menjadi 56,3% di kuartal II-2025 atau turun 1,5% dibandingkan pada kuartal I-2025 yang sebesar 57,59%.
Pangsa dolar AS saat ini sekaligus menjadikannya yang terendah dalam tiga dekade atau sejak 1995. Pada saat itu pangsa pasar dolar AS sebagai cadangan mata uang global sebesar 58,96%.
Penurunan porsi dolar AS dalam cadangan mata uang global lebih banyak disebabkan oleh pelemahan nilai tukar dolar AS dibandingkan aksi jual terhadap greenback.
Menurut rilis press IMF, faktor nilai tukar yang melemah menyumbang hampir 92% sebagai penyebab dari penurunan pangsa pasar dolar AS di global tersebut.
Hal ini terjadi karena banyak bank sentral di dunia yang melaporkan bahwa cadangan devisanya ke IMF dalam denominasi dolar AS. Ketika nilai dolar nya melemah, maka nilai cadangan dalam mata uang lain seperti euro, poundsterling, hingga yen jepang otomatsi akan terlihat lebih tinggi saat dikonversi ke dolar AS.
Lebih jauh, pelemahan dolar tahun ini dipicu oleh sejumlah faktor fundamental.
Mulai dari kebijakan tarif perdagangan yang digulirkan Presiden AS Donald Trump meningkatkan ketidakpastian global dan menekan kepercayaan terhadap greenback. Kemudian adanya tekanan berulang Trump terhadap The Federal Reserve untuk memangkas suku bunga semakin menambah beban bagi dolar.
Hingga kekhawatiran pasar terhadap defisit fiskal yang melebar usai disahkannya undang-undang pajak "One Big Beautiful Bill Act" pada 4 Juli turut menambah sentimen negatif.
Data IMF menunjukkan bahwa meskipun pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global terus berada dalam tren penurunan, mata uang ini masih menjadi cadangan devisa terbesar di dunia.
Euro menempati posisi kedua dengan pangsa 21,13%, diikuti yen Jepang sebesar 5,57%. Selanjutnya, poundsterling 4,83%, dolar Kanada 2,61%, yuan China 2,12%, dolar Australia 2,09%, serta franc Swiss yang hanya menyumbang 0,16%.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Buka-bukaan 2 Pegangan Investor Kala Ekonomi Susah