Jelang Rilis Inflasi & Shutdown AS: Rupiah Melemah, Dolar ke Rp16.670
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah dibuka melemah tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (1/10/2025).
Merujuk data Refinitiv, nilai tukar rupiah dibuka di level Rp16.670/US$ atau melemah tipis 0,06%. Setelah pada perdagangan kemarin, Selasa (30/9/2025) rupiah ditutup menguat tipis 0,03% di posisi Rp16.660/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.03 WIB terpantau mengalami penguatan tipis 0,05% di level 97,82. Meski demikian, DXY ditutup melemah pada perdagangan kemarin, dengan depresiasi 0,13% ke level 97,775.
Pergerakan rupiah pada hari ini, Rabu (1/10/2025) masih akan ditopang oleh kombinasi sentimen dari eksternal maupun domestik.
Dari sisi eksternal, pelemahan DXY hingga mendekati level terendah dalam sepekannya yang dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi government shutdown di Amerika Serikat, yang berisiko menunda rilis data penting seperti data ketenagakerjaan (NFP).
Selain itu, rilis data tenaga kerja melalui Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) menunjukkan tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS, dengan perekrutan yang melambat. Kondisi ini menekan dolar dan meningkatkan minat investor pada aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sementara itu, dari dalam negeri, perhatian pasar akan tertuju pada rilis data inflasi September 2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan naik atau mengalami inflasi 0,10% secara bulanan(month-to-month/mtm) di September.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi bulanan naik 0,10% (mtm) setelah pada Agustus mengalami deflasi 0,08%, sementara secara tahunan inflasi diproyeksi mencapai 2,51% (yoy) dengan inflasi inti stagnan di 2,17%.
Kenaikan inflasi ini terutama dipicu harga pangan seperti daging ayam dan cabai merah. Data inflasi yang terkendali dan tetap berada dalam target Bank Indonesia dipandang positif karena memberi ruang bagi bank sentral menjaga kebijakan moneter yang akomodatif tanpa menekan stabilitas rupiah.
(evw/evw)