Revisi UU P2SK Akan Berikan Independensi Anggaran Bagi LPS
Jakarta, CNBC Indonesia — Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan mengubah mekanisme penyusunan anggaran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Nantinya, mekanisme pengajuan anggaran LPS akan dilakukan langsung kepada Komisi XI DPR RI, tidak lagi melalui Menteri Keuangan RI.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menjelaskan Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan mekanisme lama pengajuan anggaran LPS. Sebab, LPS merupakan salah satu anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dengan Menteri Keuangan RI sebagai koordinator.
"Struktur tiga lembaga ini adalah lembaga negara yang independen. Di mana mereka diatur secara khusus proses penyusunan APBN mereka, yaitu anggaran tahunan mereka. BI dengan Komisi XI, OJK dengan Komisi XI, dan LPS masih dengan Menteri Keuangan," pungkas Misbakhun saat Rapat Pleno Penjelasan Pengusul Komisi XI DPR RI terkait Usulan Harmonisasi RUU P2SK, di Gedung DPR RI, Selasa (30/9/2025).
Ia melanjutkan, revisi UU tersebut bertujuan untuk menyamakan, agar LPS berada di satu tingkatan dengan anggota KSSK lainnya, yakni Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Maka kita berikan penguatan, Pak. Draft RUU, LPS, OJK, dan BI kita samakan semua. Bukan sebuah perlindungan hukum, kita tidak memberikan keistimewaan," tutur Misbakhun.
Ia melanjutkan, RUU ini juga sebagai upaya memberikan penguatan secara profesional kepada para anggota KSSK untuk bekerja secara benar, prosedural, dan tertib dengan aturan korporasi yang ada.
"Nah, ini adalah dalam rangka apa, Pak? Dalam rangka memberikan hukuman yang kuat, bahwa mereka itu kalau profesional dibela. Kalau kemudian risiko itu memang ada risiko hukum dan dinyatakan bersalah oleh proses hukum secara pribadi, maka itu dikembalikan menjadi kewajiban pribadi yang bersangkutan," jelas Misbakhun.
Seperti diketahui, pada awal tahun ini, MK RI telah mengabulkan sebagian permohonan mengenai uji materi Pasal 86 ayat 4 UU Penguatan dan Pengembangan Sistem Keuangan (UUP2SK). Dalam amar putusan Nomor 85/PUU-XXII/2024, salah satu poin adalah menegaskan independensi LPS dengan memberikan pemaknaan baru terhadap sejumlah frasa yang termuat dalam UU P2SK.
Frasa yang dimaksud antara lain, frasa 'untuk mendapat persetujuan' yang terdapat pada Pasal 86 ayat (4), frasa 'Menteri Keuangan memberikan persetujuan' pada ayat (6) UU PPSK dinyatakan inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai "persetujuan DPR".
Ketentuan serupa juga berlaku untuk frasa 'yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan' yang terdapat dalam ayat (7) Pasal 7 angka 57.
Adapun pasal-pasal tersebut mengatur tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional LPS. Ketua MK Suhartoyo menyatakan, putusan tersebut dikabulkan sebagian dan berlaku setelah pembentuk UU melakukan perubahan paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan, atau apabila belum dibuat maka frasa "sepanjang disetujui DPR" dianggap berlaku.
Suhartoyo mengatakan keputusan MK itu diambil untuk menjaga independensi LPS dari lembaga lain, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan.
"Mahkamah menilai sekalipun diperlukan keterlibatan Menkeu dalam penyusunan RKAT, tidaklah tepat apabila bentuknya berupa persetujuan karena berpotensi mengurangi independensi LPS dalam mengambil keputusan," ujarnya pada 3 Januari 2025 lalu, dikutip Kamis (16/1/2025).
(mkh/mkh)