IEA Minta Proyek Migas Baru Digenjot, Produksi Turun
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Energi Internasional (IEA) meminta proyek-proyek minyak dan gas baru "mungkin" digenjot untuk mempertahankan tingkat produksi saat ini. Dalam sebuah laporan terbaru, terungkap bahwa produksi 15.000 ladang minyak dan gas saat ini menurun lebih cepat daripada sebelumnya.
"Ini memiliki implikasi besar bagi pasar dan ketahanan energi," ujar laporan tahunan tentang tren energi, badan yang berbasis di Paris itu, mengutip AFP Selasa (16/9/2025).
Laporan muncul di tengah janji sejumlah negara untuk mencapai netralitas karbon. Hal ini memicu kritik industri minyak dan gas termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang pro energi fossil, dengan mengancam keluar dari keanggotaan.
"Tingkat penurunan produksi yang lebih cepat di berbagai ladang, yang sebagian terkait dengan pengembangan di ladang lepas pantai yang kurang produktif dan fracking, berarti bahwa kebutuhan investasi harus dipertimbangkan kembali," muat laporan IEA lagi menyebut farcking istilah dalam pengeboran minyak yang merujukupaya mengambil sisa-sisa minyak dari sumur produksi.
"Perhatian yang cermat perlu diberikan pada potensi konsekuensinya terhadap keseimbangan pasar, ketahanan energi, dan emisi," kata Kepala IEA Fatih Birol dalam sebuah pernyataan.
"Menjaga produksi minyak dan gas global tetap konstan dari waktu ke waktu akan membutuhkan pengembangan sumber daya baru," tambahnya.
Lebih lanjut IEA menyatakan bahwa terdapat "kesenjangan besar yang perlu diisi oleh proyek-proyek minyak dan gas konvensional baru untuk mempertahankan produksi pada tingkat saat ini". Meskipun demikian, jumlah yang dibutuhkan dapat dikurangi jika permintaan minyak dan gas turun".
Investasi hulu (upstream) di sektor minyak dan gas pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 570 miliar (Rp 9.345 triliun). Ini diharapkan dapat mendorong sedikit peningkatan produksi jika tren investasi ini terus berlanjut.
(sef/sef)