Tiga Saham Bank Jumbo Pesta, BBCA Kok Tak Bertenaga?

mkh, CNBC Indonesia
11 September 2025 13:22
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia — Sektor finansial menjadi penggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) siang ini, Kamis (11/9/2025). Sebanyak tiga saham bank jumbo terbang. 

BNI (BBNI) naik paling kencang atau 6,1% ke level 4.350. Lalu BRI (BBRI) naik 5,15% jadi 4.080 dan Bank Mandiri (BMRI) melaju 2,73% ke 4.520. 

Sementara itu, satu saham bank jumbo lain, BCA (BBCA) belum menunjukkan pergerakan signifikan. Hingga akhir sesi I, BBCA terapresiasi 0,64% ke level 7.850. 

BBCA sempat menyentuh level 7.975 atau naik 2,24% pagi tadi. Akan tetapi tidak berlangsung lama dan penguatan BBCA kemudian terpangkas.

Sebelumnya, sejumlah analis sempat menyorot fundamental BBCA. Menurut Managing Director Solstice Indonesia Handiman, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang mencerminkan kualitas aset kredit BCA, mencapai 2,2% pada Juni 2025. Angka itu meningkat dari kuartal sebelumnya.

"Hal ini membuat BCA harus menaikkan beban provisi cukup signifikan tahun ini, dengan guidance Cost of Credit (CoC) dinaikkan dari 0.3% ke 0.3%-0.5%. Per Juli 2025, beban provisi bank-only naik 65% year on year menjadi Rp1,9 triliun," kata Handiman saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (8/9/2025).

Terpisah VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menyorot bottom line BCA yang hanya tumbuh 8% yoy, melambat dari periode sebelumnya yang masih mampu tumbuh double digit.

Sebagai informasi, sepanjang paruh pertama tahun ini, BBCA mencatat laba bersih senilai Rp29 triliun, meningkat 8% secara tahunan (yoy). Sekilas, pertumbuhan positif memang bagus, tetapi kalau dilihat secara historis dalam basis kuartalan pertumbuhan ini cenderung melambat.

Sudah empat kuartal beruntun, pertumbuhan laba BBCA terus melambat. Pada kuartal II/2025, laba BBCA yang diatribusikan ke pemilik entitas induk hanya tumbuh 6,2% QoQ.

Kalau ditarik lebih panjang lagi, ternyata pertumbuhan laba BBCA terkini sudah mendekati level terendah pada kuartal akhir 2023 yang hanya tumbuh 3,7% QoQ.

Adapun sepanjang tahun ini, hingga 10 September 2025, BBCA menjadi saham dengan net foreign sell terbesar, yakni Rp 26,74 triliun. Total net sell asing pada periode yang sama tercatat Rp 61,57 triliun. 

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori,Ekky Topan mengatakan BBCA sebagai bank berkapitalisasi pasar terbesar juga kerap berperan sebagai proxy indeks. Oleh karena itu, kata Ekky, ketika terjadi arus keluar dana asing akibat ketidakpastian makro, seperti isu geopolitik, pelemahan rupiah, atau kondisi global yang bersifat risk-off, BBCA juga ikut terdampak secara mekanis.

"Dalam konteks ini, tekanan jual yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor eksternal dan rotasi portofolio global, bukan karena adanya masalah spesifik pada fundamental emiten itu sendiri," jelas Ekky.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BCA (BBCA) Seret IHSG ke Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular