Euforia Sesaat Sri Mulyani Diganti! Saham Rokok Pagi Ini Terkapar
Jakarta, CNBC Indonesia — Pesta saham rokok tidak berlangsung lama. Setelah terbang pada akhir sesi II perdagangan kemarin, Senin (8/9/2025), pagi ini saham emiten rokok terkapar.
Sebagai informasi, penguatan saham rokok jelang penutupan perdagangan kemarin terjadi seiring dengan pengumuman reshuffle kabinet Prabowo Subianto, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani yang digantikan oleh mantan Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa.
Saham HM Sampoerna (HMSP) tercatat naik 17,76% ke Rp 630 per saham, sedangkan saham Gudang Garam (GGRM) naik 12,5% ke Rp 9.900 per saham.
Selanjutnya saham-saham emiten rokok yang lebih kecil juga kompak melesat. Saham Wismilak Inti Makmur (WIIM) tercatat naik 16,35% ke Rp 925 per saham dan saham Indonesian Tobacco (ITIC) menguat 11,61% ke Rp 250 per saham.
Sementara itu pagi ini per pukul 09.50 WIB, WIIM turun paling dalam, yakni -11,35%. Lalu diikuti oleh GGRM -10,61%, HMSP -9,52%, dan ITIC 5,6%.
Kenaikan saham-saham emiten rokok ditengarai terjadi karena adanya pergantian di tubuh Kementerian Keuangan. Diketahui di bawah komando Sri Mulyani, Kementerian Keuangan telah beberapa kali menaikkan dan ke depan diharapkan akan kembali secara konstan berkala menaikkan cukai rokok hingga pajak yang menjadi beban besar bagi perusahaan rokok.
Potensi Kenaikan Cukai Tahun Depan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai buka suara terkait kemungkinan kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan bahwa keputusan kenaikan cukai masih menunggu penetapan target penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2026.
"Baru ada, kan nanti ditentukan dulu target penerimaannya berapa. Terus baru dihitung untuk mencapai target itu gimana caranya," ujar Nirwala dalam media briefing dikutip Senin (8/9/2025).
Menurutnya, penentuan tarif cukai tidak bisa dilepaskan dari tiga aspek utama. Yakni kesehatan masyarakat, keberlangsungan industri, serta penerimaan negara. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pembahasan secara komprehensif sebelum menetapkan kebijakan final.
"Jadi diketok dulu APBN-nya baru fix oh berapa sih targetnya. Baru dari situ karena kan target-target tadi untuk membiayai APBN," ujar Nirwala.
Sebagai informasi, dalam buku nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah menargetkan setoran bea dan cukai pada 2026 senilai Rp 334,30 triliun atau naik 7,7% dari perkiraan penerimaan pada 2025 yang sebesar Rp 310,35 triliun.
Target penerimaan dari bea dan cukai pada 2026 itu paling besar masih mengandalkan setoran cukai yang sebesar Rp 241,83 triliun. Lalu, bea masuk Rp 49,90 triliun dan bea keluar Rp 42,56 triliun.
Untuk spesifik kebijakan cukai hasil tembakau atau CHT melalui intensifikasi pengawasan rokok ilegal. Lalu, bea masuk dilakukan dengan intensifikasi tarif komoditas tertentu, dan bea keluar dengan perluasan basis penerimaan seperti terhadap produk emas dan batu bara.
Ekstensifikasi kebijakan juga menjadi bagian dari rencana implementasi pada 2026 untuk barang kena cukai baru. Tapi, ekstensifikasi BKC itu hanya untuk objek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK.
"Ekstensifikasi BKC antara lain melalui penambahan objek cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)," dikutip dari dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, Selasa (19/8/2026).
Meski begitu, untuk mendongkrak penerimaan cukai ke depan, pemerintah memastikan, pada 2025 akan terus menggalakan pengawasan dan penindakan BKC ilegal, khususnya rokok ilegal.
Sebab, peredaran rokok ilegal dianggap memberikan tekanan pada penerimaan pada 2025, di samping adanya perubahan perilaku konsumen dan produsen yang beralih ke produk hasil tembakau yang lebih murah.
"Untuk menurunkan peredaran rokok ilegal tersebut sekaligus meningkatkan penerimaan negara di bidang cukai dan penerimaan daerah yang berasal dari rokok, Pemerintah akan meningkatkan pengawasan BKC ilegal antara lain berupa rokok ilegal, dengan cara memperkuat regulasi dan penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal dengan mengoptimalkan penggunaan penerimaan pajak rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)," sebagaimana tertulis dalam dokumen RAPBN 2026.
(mkh/mkh)