Rupiah Baik-baik Saja di Tengah Panasnya Demo RI, Ini Alasannya!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
03 September 2025 07:05
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bertahan stabil di tengah rentetan aksi unjuk rasa yang berujung ricuh hingga penjarahan di sejumlah rumah anggota DPR dan pejabat negara pada akhir Agustus 2025.

Demonstrasi yang berujung ricuh setelah polisi menabrak pengemudi ojek online atau ojol saat demo besarnya ketimpangan pendapatan pejabat dengan kelas pekerja RI itu turut menjadi perhatian dunia setelah maraknya pemberitaan asing. Penjarahan yang dilakukan orang-orang tak dikenal saat itu turut menjadi sorotan, namun kurs rupiah terus tetap bertahan stabil.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, selama periode unjuk rasa itu, kurs rupiah sempat tertekan ke level Rp 16.560, namun dalam waktu singkat mampu kembali bergerak ke level Rp 16.400/US$ dan akan terus diarahkan ke kisaran level Rp 16.300/US$.

Sebagaimana diketahui, unjuk rasa soal ketimpangan pendapatan antara pejabat negara dan DPR terhadap masyarakat kelas pekerja itu terjadi sejak 25 Agustus 2025. Lalu, saat tragedi Brimob Polisi lindas ojol di tengah aksi demo yang terjadi pada Kamis 27 Agustus 2025, kericuhan memuncak, hingga akhirnya penjarahan terjadi, dan menyasar rumah menteri keuangan serta anggota DPR sampai dengan 31 Agustus 2025.

"Kami terus menjaga rupiah. Yang kemarin pagi pernah mencapai Rp16.560 alhamdulillah hari ini kami bisa stabilkan ke Rp16.400 kami akan berusaha lebih rendah lagi ke 16.300 dan lebih kuat lagi," ucap Perry saat rapat kerja dengan DPD RI, dikutip Rabu (3/9/2025).

Sejumlah kalangan ekonom perbankan mengakui memang kurs rupiah selama periode ricuhnya aksi unjuk rasa itu bergerak cenderung stabil bila dibandingkan saat terjadinya kerusuhan Mei 1998.

Pada periode 1997-1998 memang tengah melandanya krisis moneter parah membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpuruk dari kisaran Rp4.650/US$ akhir 1997 menjadi Rp 16.800/US$ pada pertengahan 1998.

Salah satu ekonom perbankan yang menilai kurs rupiah saat ini lebih stabil dalam menyikapi gejolak politik ialah Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.

"Rupiah memang tidak menunjukkan gejolak ekstrem meskipun demonstrasi berlangsung intensif dan diliput luas media asing sebagai kerusuhan dan penjarahan. Ada beberapa alasan utama mengapa pergerakannya relatif stabil," kata Josua kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (3/9/2025).

Ia menjelaskan, stabilnya kurs rupiah saat masa ricuh demo lebih cenderung disebabkan peran intervensi Bank Indonesia cukup nyata. Merujuk data perdagangan pasar saat masa kericuhan, Josua mengatakan bahwa rupiah malah memimpin penguatan mata uang Asia dalam 2 hari terakhir ini dengan penguatan 0,56% dibandingkan dengan penutupan Jumat lalu.

"Dan diperkirakan BI melakukan aksi stabilisasi di pasar valas. serta yang kedua, pasar keuangan Indonesia sudah semakin matang dalam menyikapi risiko politik domestik," tegasnya.

Josua menilai, meskipun aksi protes berujung kerusuhan, baik pelaku pasar lokal maupun asing melihat bahwa fondasi ekonomi makro masih terjaga. BPS melaporkan inflasi Agustus hanya 2,31% (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya, sementara neraca perdagangan tetap surplus sebesar US$ 4,17 miliar pada Juli.

"Data fundamental ini memberi keyakinan bahwa guncangan politik tidak langsung merusak stabilitas ekonomi," tegasnya.

Penjelasan ketiga terkait dengan faktor kepercayaan investor global terhadap RI. Investor asing, tetap menambah kepemilikan obligasi jangka panjang Indonesia karena menilai imbal hasil riil sekitar 3% masih memberi margin keamanan yang cukup pada periode itu.

Begitu pula dengan komitmen Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menegaskan komitmen menjaga disiplin fiskal setelah rumahnya ikut dijarah massa, sehingga dianggap pasar sebagai sinyal kontinuitas kebijakan. Dukungan figur kunci ini ikut meredam kepanikan.

"Jadi bisa disimpulkan, stabilitas rupiah pascademonstrasi merupakan kombinasi antara intervensi aktif Bank Indonesia, kekuatan fundamental ekonomi (inflasi rendah dan surplus dagang), serta kedewasaan pasar yang lebih mampu membedakan gejolak politik jangka pendek dengan arah kebijakan jangka panjang. Faktor komunikasi pemerintah dan kredibilitas figur ekonomi juga menjadi bantalan penting bagi ekspektasi pelaku pasar," papar Josua.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Kepala Ekonom BCA David Sumual. Namun, ia menitikberatkan bahwa stabilitas saat masa kericuhan cenderung disebabkan intervensi BI di pasar keuangan yang merupakan komitmen otoritas moneter untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"BI tetap jaga volatilitas kurs. Demo pun kini sudah reda dan dilihat dampaknya hanya temporer," ucap David.

Di sisi lain, ia menegaskan, aktivitas ekonomi secara riil sebetulnya juga tidak terlalu terganggu akibat aksi unjuk rasa tersebut. Para pelaku pasar keuangan menurut David menganggap stabilitas finansial dan perbankan juga masih terjaga kuat selama masa kericuhan.

"Ekspektasi kondisi politik dan ekonomi riil atau sentra-sentra ekonomi tidak ada yang terganggu, jadi ya akan tetap stabil. Mereka melihat juga stabilitas finansial dan perbankan juga tetap terjaga," tegasnya.

Faktor lainnya yang membuat kurs rupiah cenderung terus stabil diungkapkan oleh Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto. Ia faktor tambahan penguat rupiah ialah kebijakan pemerintah yang mewajibkan eksportir untuk memarkirkan devisa hasil ekspor atau dolarnya di sistem keuangan dalam negeri dan tak boleh lagi di bawa kabur ke luar negeri.

Kebijakan itu membuat surplus neraca perdagangan di Indonesia yang terjaga selama 63 bulan beruntun hingga ke level US$ 4,17 miliar pada Juli mempertebal pasokan dolar di pasar keuangan.

"Karena ada aturan juga, nih, dari pemerintah, yaitu dari PP Nomor 8 Tahun 2025 mengenai devisa hasil ekspor. Jadi ada kewajiban eksportir non-migas tapi sumber daya alam itu untuk menaruh dana-nya selama 1 tahun di sistem keuangan dalam negeri," ucap Myrdal.

"Jadi eksportir dana hasil ekspornya wajib ditaruh di sini. Jadi itu yang membuat kenapa supply rupiah kita kuat dan suplai dolar itu kuat di dalam negeri. Dan rupiah kita menguatnya juga cukup baik kalau kita lihat pergerakannya," tutur Myrdal.

Di samping itu, ia mengakui, terus menariknya imbal hasil pasar obligasi dan saham turut berkontribusi dalam menjaga sentimen dan pasokan dolar asing selama masa kericuhan itu.

"Jadi ya memang kalau kita lihat dari imbas positif kebijakan DHE ini cukup bagus juga untuk menjaga suplai. Selain itu juga bulan ini kan sudah tidak ada lagi permintaan tinggi, seperti bulan April sampai Juli, ya, untuk bayar dividen ke investor luar. Itu sih yang bikin kita lihat rupiah pergerakannya untuk saat ini masih solid," ungkap Myrdal.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos BI Blak-blakan Pemicu Rupiah 'Strong' Lawan Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular