Bisnis Bank Emas Moncer, Bos Pegadaian Bicara Peluang Spin Off
Jakarta, CNBC Indonesia — PT Pegadaian tidak menutup kemungkinan memisahkan unit usaha atau spin off bullion bank.
Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan mengatakan itu bisa dilakukan jika usaha bank emas tersebut terus bertumbuh dan berkontribusi besar terhadap kinerja perusahaan.
"Bisa kemungkinan [spin off] kalau besar banget nanti. Tapi saat ini masih di bawah unit usaha dari Pegadaian. Tapi nanti kalau besar, insya Allah kalau sampai 15%, 20% bisa di-spin off," ucap Damar saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (12/8/2025).
Menurut Damar, kemungkinan spin off bullion bank tersebut bersifat jangka panjang. Potensi itu belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat, karena bisnis bullion bank baru berkontribusi kecil yakni di bawah 1% terhadap Pegadaian.
Sementara itu, bank emas di Pegadaian telah mencatatkan pertumbuhan yang positif sejak resmi diluncurkan bulan Februari lalu. Damar memaparkan bahwa pihaknya mencatatkan total emas kelolaan di bullion bank tembus 22,25 ton, dengan jumlah nasabah sebanyak 3,9 juta.
Perinciannya, tabungan emas sebanyak 13,8 ton, deposito emas sebanyak 1,35 ton, trading bullion sebanyak 3,85 ton, serta titipan emas sebanyak 3 ton. Di samping itu, Pegadaian juga mencatatkan pinjaman modal kerja emas senilai Rp451 miliar.
Damar menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah mempersiapkan state kedua dari bisnis bullion bank ini. Ia mengatakan tahap kedua itu merupakan pengembangan turunan dari bisnis bank emas.
"Jadi pembentukan bank emas ini kan state pertama. State pertama itu tahap pertama dengan 4 produk. Yaitu ada deposito, kemudian ada pembiayaan modal kerja, kemudian ada trading, bulion secara fisik, kemudian ada titipan. Dan nanti state kedua tentunya akan berubah produk-produk yang lain yang bisa dimonetize dari bank emas ini," jelas Damar.
Adapun investasi emas semakin populer di tengah gejolak domestik dan global. Sepanjang tahun ini, harga emas telah naik 30% secara year to date.
Emas telah mencapai puncak harga tertinggi pada US$3.500 atau sekitar Rp57,35 juta pada bulan April lalu, melampaui perkiraan J.P. Morgan Research sebelumnya.
(mkh/mkh)