Marak Nasabah Minta Bantuan Ormas Saat Cicilan Macet, Ini Respons OJK

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
08 August 2025 08:09
OJK Atur Cara dan Larangan Tagih Utang Pinjol
Foto: infografis/OJK Atur Cara dan Larangan Tagih Utang Pinjol/Aristya rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ramai oknum organisasi masyarakat (ormas) yang diduga melindungi debitur bermasalah dan bahkan mengambil alih kendaraan yang belum lunas cicilannya. Hal ini pun menjadi ancaman bagi industri multifinance.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut telah menerima keluhan dari beberapa perusahaan pembiayaan terkait kasus debitur kredit macet yang meminta perlindungan ke pihak-pihak tertentu agar kendaraan mereka tidak ditarik.

"Fenomena ini, dalam beberapa kasus mengganggu proses eksekusi agunan yang sah secara hukum," ungkap Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam jawaban tertulis, Rabu, (6/8/2025).

Jika fenomena ini berlangsung lama, maka berpotensi mengganggu ekosistem pembiayaan secara menyeluruh, seperti terhambatnya proses hukum dan meningkatnya risiko kredit. Selain itu, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan akses pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan bagi masyarakat luas menjadi lebih terbatas.

"Koordinasi dengan aparat penegak hukum terus dilakukan untuk memastikan kelancaran eksekusi jaminan fidusia, sehingga dapat mengurangi potensi keresahan dan konflik di lapangan. OJK juga terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk mendukung pelaksanaan eksekusi agunan fidusia secara sah dan tertib," kata Agusman.

Selain itu, pihaknya juga mendorong peningkatan pemahaman bersama antara aparat penegak hukum, perusahaan pembiayaan, dan masyarakat mengenai hak dan kewajiban dalam perjanjian pembiayaan.

Di sisi lain, perusahaan pembiayaan diimbau agar menjalankan proses penarikan kendaraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. OJK juga mewajibkan penggunaan debt collector yang tersertifikasi dan melarang tindakan yang bersifat intimidatif.

"Selain itu, perusahaan didorong untuk mengutamakan penyelesaian secara persuasif dan bermartabat. Jika perusahaan mengalami hambatan non-yuridis seperti intimidasi dari oknum tertentu, perusahaan dapat segera melaporkannya ke aparat penegak hukum," kata dia.

Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan, per Juni 2025, tingkat risiko kredit bermasalah Perusahaan Pembiayaan secara agregat menunjukkan kondisi yang terjaga dengan rasio Non Performing Financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,55% dan NPF net 0,88%.

Polemik Oknum Ormas

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno mengungkapkan keresahan industri pembiayaan terhadap aksi sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas) yang diduga melindungi debitur bermasalah dan bahkan mengambil alih kendaraan yang belum lunas cicilannya.

Suwandi mengungkapkan, modus yang dilancarkan oknum ormas bermula dari pihak debitur yang kesulitan membayar cicilan justru menyerahkan kendaraannya kepada oknum ormas.

"Banyak debitur yang memang sudah kehilangan akal, nggak mampu bayar, dicari debt collector (penagih utang), dia punya kenalan ormas, ormasnya sendiri bilang, 'sini udah kasih ke saya aja kendaraannya'. Nanti dia backup," ungkap Suwandi kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/3/2025).

Menurutnya, ada oknum ormas yang berpura-pura melindungi masyarakat dari debt collector, tetapi sebenarnya mengambil keuntungan dengan menguasai kendaraan yang masih dalam masa kredit.

"Ada juga beberapa organisasi masyarakat yang dalam operasinya berkedok seolah-olah melindungi masyarakat. Tetapi dalam hal ini sebenarnya mempunyai modus operandinya, dia bukan melindungi, namun kalau ada masyarakat yang kesulitan membayar, salah satu yang dijalankan adalah dengan mengembalikan sejumlah dana kepada sang debitur, lalu dia yang ambil alih kuasanya," jelasnya.

Dampaknya, perusahaan pembiayaan atau leasing kesulitan mencari kendaraan yang diambil alih oleh pihak oknum ormas. Bahkan jika pun nantinya kendaraan tersebut ditemukan, tetap ada pelanggaran hukum, karena sejatinya kendaraan tersebut tidak boleh dipindahtangankan selama masih dalam masa kredit.

Tak hanya itu, Suwandi menyebut beberapa ormas juga kerap menekan perusahaan leasing agar menyetujui pelunasan utang dengan nilai yang lebih rendah dari sisa pokok hutang.

"Upaya-upaya yang dilakukan oleh oknum ormas, misalnya di dalam mau memediasikan pelunasan hutang atau dan lain-lainnya ya dipersilakan. Tapi yang sering terjadi mereka menekan juga perusahaan leasing untuk pelunasan hutangnya di bawah sisa pokok hutangnya. Nah ini yang kita tidak bisa terima," ucap dia.

APPI mengaku resah dengan praktik pemindahtanganan unit kendaraan yang dilakukan secara ilegal oleh oknum ormas. "Memindahtangankan unit kendaraan atau sering melakukan backup yang tidak secara benar, terus menampung kendaraan dengan proses ambil alih unit dari debitur. Ini yang buat kita resah," tambahnya.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Buka-Bukaan Kondisi Penyaluran Kredit Industri Perbankan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular