Ini Alasan Bankir Belum Segera Turunkan Bunga Kredit

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
01 August 2025 19:30
Ilustrasi kartu kredit (Freepik)
Foto: Ilustrasi kartu kredit (Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) mengungkapkan alasan mengapa para bank tak kunjung menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) dan suku bunga tabungan, setelah suku bunga acuan BI Rate turun sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini.

Ketua Umum Perbanas, Hery Gunadi mengakui bahwa industri perbankan sedang berada di rezim likuiditas yang agak memadai. Selain penurunan suku bunga acuan bank sentral, imbal hasil instrumen surat berharga, dan ketentuan giro wajib minimum (GWM) Bank Indonesia (BI) juga telah menurun.

"Nah, likuiditas yang bagus ini tentunya akan baik ya buat perbankan dalam hal penyaluran kredit," kata Hery dalam Perbanas Review of Indonesia's Mid-Year Economy 2025 di Le Meridien Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).

Namun, ia menekankan bahwa penyaluran kredit tidak hanya bergantung pada suplai, tapi juga permintaan. Hery menerangkan, kedua hal itu sama-sama berasal dari masyarakat.

"Nah, demand itu kan tergantung dengan makro, pertumbuhan ekonomi. Karena demand kredit itu berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Kita melihat ada sedikit karena pengaruh global, tension politik, kemudian perang tarif dan sebagainya," terangnya.

Sementara itu, suku bunga acuan global yakni bank sentral AS, Federal Reserve yang sempat diharapkan akan menurun, terpengaruh oleh perang tarif. Kini, negeri Paman Sam menghadapi inflasi tinggi dan membuka ruang penurunan Fed Fund Rate (FFR), yang nantinya akan berpengaruh dengan suku bunga acuan negara-negara lainnya.

Meski demikian, Hery menyebut transmisi penurunan suku bunga acuan terhadap SBDK membutuhkan jeda waktu.

"Jadi artinya kalau bank menurunkan rate-nya, kemudian time deposit itu kan nggak otomatis juga. Term deposit kan macam-macam kan, ada yang sebulan, tiga bulan, enam bulan, ada yang setahun. Jadi transmission-nya itu butuh waktu," jelas Hery.

Ia menyebut transmisi itu terjadi secara gradual. Sebab, walau likuiditas sudah mulai longgar, permintaannya masih seret.

Hery berharap dengan adanya dorongan lewat peraturan fiskal yang lebih baik, seperti belanja pemerintah, pertumbuhan penyaluran kredit akan lebih baik di semester II-2025.

Ia melanjutkan, program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan 3 juta rumah bisa mendorong aktivitas ekonomi. Hery menilai ada banyak multiplier effect dari program-program tersebut.

"Sebenarnya kalau [program-program pemerintah] itu jalan, itu juga itu multiplier effect-nya banyak. Dan sehingga harapannya ke paruh waktu kedua tahun ini ada pertumbuhan ekonomi lebih baik," tukasnya.

Untuk diketahui, suku bunga kredit perbankan sudah berangsur menurun namun belum signifikan. Data Bank Indonesia mencatat ada bulan Januari, SBDK perbankan berada di posisi 9,20%, dan menurun ke 9,16% per Juni 2025.

Sementara itu penyaluran kredit perbankan sepanjang tahun ini dalam tren melambat, per Juni 2025 di posisi 7,7% secara tahunan.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Perbanas Ungkap Momok Industri Perbankan Tahun Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular