
MK Tolak Gugatan UU Mata Uang, Rencana Ubah Rp1.000 Jadi Rp1 Kandas?

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Zico Leonard Djagardo Simanjuntak yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang telah terhenti, setelah hakim MK menolak seluruh permohonan uji materiilnya.
Namun, putusan MK ini tidak berarti redenominasi tidak bisa dilakukan, karena para hakim MK menganggap kebijakan redenominasi ini harus dilakukan oleh para pembentuk undang-undang seperti DPR, bukan berdasarkan permohonan Zico untuk memaknai norma UU itu.
Adapun penolakan itu telah tertuang dalam Putusan Nomor 94/PUU-XXIII/2025 dan ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Suhartoyo selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Anwar Usman, Daniel Yusmic P. Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Dalam pembacaan hasil putusan hakim MK dalam sidang pleno pada Kamis (17/7/2025), disebutkan permohonan Zico supaya norma Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU 7/2011 dimaknai "nilai nominal harus disesuaikan melalui konversi nominal rupiah dengan rasio Rp1000 (Seribu Rupiah) menjadi Rp1 (Satu Rupiah), dan Rp100 (Seratus Rupiah) menjadi 10 sen, dan juga berlaku secara mutatis mutandis terhadap seluruh nominal rupiah lainnya" tidak sejalan dengan norma redenominasi.
"Maka hal tersebut tidak sejalan dengan keseluruhan norma dalam Pasal 5 UU 7/2011 yang tidak terkait dengan redenominasi," dikutip dari putusan MK Nomor 94/PUU-XXIII/2025. Jumat (18/7/2025).
Terlebih lagi, para hakim MK menganggap ihwal redenominasi atau perubahan harga mata uang rupiah merupakan substansi yang terkait dengan norma Pasal 3 ayat (5) UU 7/2011 yang menyatakan, "Perubahan harga Rupiah diatur dengan Undang-Undang".
"Artinya, berdasarkan ketentuan tersebut dikehendaki bahwa setiap perubahan nilai nominal rupiah, termasuk dalam bentuk redenominasi, wajib ditetapkan dengan undang-undang," kata para hakim MK dalam putusannya.
Dengan demikian, redenominasi yang merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah nilai tukar atau daya beli, harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Hal ini berarti, Pemohon seharusnya memperjuangkan melalui pembentuk undang-undang.
"Sebab, kebijakan redenominasi mata uang rupiah tidak dapat dilakukan hanya dengan mengubah atau memaknai norma sebagaimana yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Kebijakan redenominasi mata uang rupiah pada dasarnya merupakan kebijakan fundamental yang memiliki konsekuensi luas terhadap sistem moneter, transaksi keuangan, dan psikologi ekonomi masyarakat," ucap para hakim MK.
Para hakim MK pun menegaskan, sebagai kebijakan moneter yang berdampak terhadap sistem keuangan negara dan perilaku ekonomi masyarakat sehingga menjadi ranah pembentuk undang-undang untuk merumuskan kebijakan redenominasi mata uang rupiah berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial, dan stabilitas nasional
Sebagaimana diketahui, sebelumnya para hakim konstitusi telah mendengar kerugian konstitusional dari Zico tentang beratnya beban masyarakat dari banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang rupiah.
Banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang Rupiah oleh Pemohon dinilaI sebagai hal yang tidak efisien mengingat banyak negara-negara di luar negeri yang memangkas angka nol dalam mata uang dan sekaligus menandakan betapa stabilnya perekonomian dalam negara tersebut.
Masalah lainnya yang Pemohon alami adalah karena kebiasaan dalam menghitung denominasi yang besar tersebut ternyata berdampak pada kesalahan hitung ketika melakukan transaksi yang dialami Pemohon dan kesulitan ini benar-benar terjadi karena Pemohon sempat mengalami kesalahan transaksi akibat angka nol yang banyak ini terutama dalam pembayaran digital seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
Contoh nyata yang Pemohon alami adalah ketika melakukan pembayaran barang di sebuah swalayan di Jakarta menggunakan QR Code, karena angka nol yang bentuknya serupa dan banyak Pemohon tidak sengaja mengalami salah transaksi, Apalagi begitu transaksi QRIS diproses, uang langsung terpotong.
Tidak seperti transaksi tunai yang bisa langsung dicek karena wujudnya yang nyata, jika angka nol yang banyak ini tidak segera dilakukan pemangkasan maka jangan heran kedepannya akan banyak salah transaksi, mengingat pembayaran digital seperti QRIS sudah mulai diterapkan secara masif.
Kesalahan transaksi akibat angka nol yang begitu banyak ini juga disebut dapat membuka peluang kejahatan, misalnya Jika kasir atau sistem tidak jujur, mereka bisa saja mengabaikan kesalahan ini dan tidak mengembalikan kelebihan pembayaran, ini tentu sangat merugikan Pemohon dan orang lain yang sering menggunakan pembayaran melalui digital.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Kebanyakan Nol Bikin Ribet, MK Diminta Uji UU Mata Uang
