Siap-siap! Polis Asuransi, SPAJ, hingga Formulir Klaim Bakal Berubah

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
26 June 2025 14:57
Ilustrasi Asuransi (Photo by Kindel Media from Pexels)
Foto: Ilustrasi Asuransi (Photo by Kindel Media from Pexels)

Kabupaten Bogor, CNBC Indonesia - Pemegang polis asuransi mesti bersiap akan adanya penyesuaian klausul polis, Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) dan formulir klaim di kuartal III-2025.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok guideline untuk standarisasi polis asuransi secara merata di seluruh Indonesia. Inisiatif ini merupakan buntut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru.

Untuk diingat, MK resmi menyatakan bahwa norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Dengan demikian, perusahaan asuransi tidak lagi bisa membatalkan klaim secara sepihak.

Dengan adanya putusan MK ini, pembatalan perjanjian asuransi hanya bsia dibatalkan atas dua hal, yaitu kesepakatan penanggung dan tertanggung dan berdasarkan putusan pengadilan. Sehingga, perlu adanya penyesuaian dokumen polis asuransi, khususnya terkait mekanisme klaim.

Untuk itu, Kepala Departemen Legal AAJI Hasinah Jusuf mengatakan, pihaknya telah menyusun poin-poin standarisasi polis baru. Saat ini, poin-poin tersebut tengah dikoordinasikan dengan OJK.

"OJK sudah minta kita untuk menyelesaikan secepatnya. Jadi sebenarnya sekarang finalisasinya ada di kita. Mungkin awal kuartal III-2025 (implementasinya)," ungkap Hasinah dalam acara media gathering AAJI, di Bogor, Rabu, (25/6/2025).

Ketika standarisasi ini resmi berlaku, maka setiap perusahaan akan melakukan sosialiasi ke nasabah. Adapun penyesuaian tersebut akan berlaku bagi semua polis, baik yang sudah berjalan atau polis baru.

"Jadi semua ini untuk semua polis. Makanya kenapa itu lebih kompleks," kata dia.

Sebelumnya, MK resmi mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 KUHD ini yang dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat (3/1/2025). Adapun permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara 83/PUU-XXII/2024.


"Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan'," ujar Ketua MK Suhartoyo, dikutip dari keterangan resmi.

Pasal ini dinilai inkonstitusional karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Hal ini dikarenakan Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan diketahui sebelumnya.

Setelah dicermati MK, Norma Pasal 251 KUHD berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, khususnya jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Sebab, norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya.

Oleh karena itu, tidak terdapat penegasan berkenaan dengan tata cara pembatalan akibat adanya hal-hal yang keliru atau disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh penanggung.

Padahal, sifat suatu perjanjian seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian. Sementara, addresat norma Pasal 251 KUHD hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung.

Karena itu, Mahkamah akhirnya memberikan penegasan dan pemaknaan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD. Pasalnya, sifat suatu perjanjian yang seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian, yang di antaranya syarat kebebasan berkontrak dan harus adanya kesepakatan para pihak, di samping prinsip-prinsip yang lainnya.

Lebih jauh, Pasal 251 KUHD dinilai seolah-olah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung saja, tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung, sehingga telah menjadi kesepakatan adalah norma yang tidak memberikan pelindungan dan kepastian hukum yang adil khususnya bagi tertanggung.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jurus Asuransi "Gaet" Nasabah Saat Daya Beli Melemah di 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular