Suku Bunga Sudah Turun tapi Kredit Ogah Lari, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia — Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini, yakni pada Januari, Mei, dan Juli, dengan masing-masing sebanyak 25 basis poin (bps).
Seiring dengan penurunan suku bunga bank sentral itu, suku bunga kredit perbankan juga sudah berangsur menurun, sebesar 9,16% per Juni 2025, dari sebesar 9,20% pada bulan Januari 2025.
Meski demikian, pertumbuhan kredit industri perbankan nasional kian melambat sepanjang tahun ini. Per Mei 2025, kredit perbankan tercatat hanya tumbuh 7,77% secara tahunan (yoy) menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43% yoy.
Angka pertumbuhan terkini berada di bawah target pertumbuhan kredit BI, yakni 8% hingga 11% pada akhir tahun ini.
Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, pertumbuhan kredit lesu karena adanya berbagai faktor. Namun menurutnya, faktor yang menonjol berkaitan dengan daya beli masyarakat dan likuiditas bank.
Sebagai informasi, dana pihak ketiga (DPK) tercatat telah bertumbuh meningkat 6,96% yoy pada Juni 2025, lebih tinggi dari 4,29% yoy pada Mei 2025. Namun, angka pertumbuhan itu lebih rendah dibanding pertumbuhan kredit.
Sementara itu, rasio perbandingan pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposito ratio (LDR) perbankan tercatat sebesar 88,16% per Mei 2025, makin ketat dibanding 87,99% pada bulan April 2025.
"Menurut saya susah ya mencapai [pertumbuhan] 2 digit dengan kondisi sekarang, mungkin berkisar 7%-9%," kata Trioksa saat kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/7/2025).
Senada, pengamat perbankan Moch. Amin Nurdin menilai pertumbuhan kredit perbankan pada akhir tahun ini tidak akan sampai double digit. Ia mengatakan ada banyak hal yang menjadi penyebab kredit bank belum tumbuh signifikan.
Pertama, kondisi ekonomi yang belum bergerak yang menyebabkan industri belum berani untuk melakukan ekspansi usahanya, lantas mereka belum mengajukan pembiayaan ke perbankan. Belum lagi, yang sudah mengajukan pembiayaan pun, belum semuanya mencairkan.
"Daya beli masyarakat kelas menengah belum sepenuhnya bangkit, sehingga belum muncul kebutuhan kredit dari segmen ini. UMKM juga masih belum bangkit sepenuhnya, padahal ini biasanya memberikan kontribusi cukup besar untuk pertumbuhan kredit," jelas Amin.
Ia menyoroti sudah banyak upaya yang dilakukan BI untuk mendorong pertumbuhan kredit, seperti meminta bank untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit, serta mengeluarkan kebijakan makroprudensial untuk insentif likuiditas bank.
Kendati demikian, Amin memandang itu belum cukup untuk mendorong bank memangkas suku bunga dasar kredit (SBDK). Itu melihat rasio kredit bermasalah (NPL) dan rasio kredit berisiko (LAR) industri yang cenderung naik, persaingan merebut likuiditas, dan menjaga efisiensi proses bisnis.
Sementara itu, pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan penyebab utama pertumbuhan kredit melandai adalah ketidakstabilan ekonomi global.
"Hal itu diperparah oleh perang Rusia vs Ukraina, Israel vs Hamas yang menjalar ke Iran. Kini ditambah tarif Donald Trump yang bakal lebih membebani ekonomi Indonesia. Alhasil, daya beli (purchasing power) masyarakat yang belum pulih pasca-Covid-19 semakin lemah," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/7/2025).
Dengan demikian, Paul mengatakan produk dan jasa yang ditawarkan oleh sektor riil menjadi kurang laris manis. Ujungnya, pertumbuhan kredit perbankan ikut terkena imbasnya menjadi kurang bergairah.
"Pemerintah harus terus menggenjot kebijakan fiskal dan moneter untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, pemerintah memiliki tugas berat untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak, yang bukan hanya padat modal tetapi juga padat karya," kata Paul.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa banyak bank yang menurunkan target pertumbuhan kredit pada tahun ini. Hal ini tertuang dalam revisi rencana bisnis bank (RBB) pada tengah tahun.
"Namun demikian banyak juga yang meningkatkan target, sehingga OJK menilai revisi tersebut masih bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara menyeluruh," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, dikutip Kamis (17/7/2025).
(mkh/mkh)