Tiru China, RI Siap Manfaatkan AI untuk Kembangkan Industri Asuransi
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Bhayangkara mengakui bahwa tantangan yang dihadapi industri asuransi cukup berat tahun ini. Namun menurutnya, industri asuransi berkomitmen agar bisa menghadapi seluruh tantangan yang ada baik dari dalam maupun luar negeri.
"Dalam setiap tantangan pasti ada kesempatan. Di industri asuransi setiap tantangan yang ada, bagi kami berarti 70% kesempatan dan 30% sisanya adalah tantangan," ungkap Yulius dalam CNBC Indonesia Insurance Forum 2025, Senin (14/7/2025).
Adapun untuk menghadapi setiap tantangan tersebut, DAI selalu bekerja sama dengan regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melihat dan menyusun rencana apa yang harus dilakukan ke depan. Yulius mencontohkan salah satunya dalam hal teknologi, dia menyebutkan ke depan bagaimana mendorong teknologi bisa membantu meningkatkan dan membantu kepercayaan konsumen.
"Meski di asuransi akan bergantung pada kesulitan yang dihadapi, namun contohnya di Cina. Mereka sudah memiliki agen virtual hingga 1 juta dan kesuksesannya sudah bisa dilihat," rinci Yulius.
Oleh karena itu, ke depan DAI dan OJK tengah menggodok untuk membangun Scholl of Leadership yang diharapkan bisa sesuai dengan kebutuhan industri dan bisa menghadapi tantangan serta mengambil kesempatan yang ada.
Apalagi Yulius menegaskan bahwa OJK sangat mendukung agar industri asuransi dengan prospek yang sangat besar bisa bertumbuh dengan lebih baik lagi.
Dalam kesempatan yang sama,Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks literasi keuangan perasuransian meningkat menjadi 45,45% pada 2025 dari sebelumnya 36,90%. Sementara itu, inklusi perasuransian masih di angka 28,5% naik dari tahun sebelumnya 12,21%. Meski meningkat, angka literasi dan inklusi asuransi di tanah air masih lebih rendah dibandingkan negara lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengungkapkan, adanya peningkatan literasi dan inklusi menandakan masyarakat lebih memahami produk asuransi dan telah menggunakannya.
Meski demikian, masih ada kecenderungan di masyarakat yang memandang asuransi adalah kewajiban bukan kebutuhan. Sehingga dibutuhkan edukasi lebih lanjut, dan mendorong percepatan inovasi produk yang transparan serta efisien.
Sementara dari sisi perusahaan asuransi, menurutnya kini lebih memperhatikan konsumen. Dari sisi OJK, Ogi menegaskan terus meninjau kembali produk asuransi, mulai dari PAYDI, asuransi kredit, hingga asuransi kesehatan.
"Itu tiga produk yang cukup signifikan, kita coba lakukan perbaikan. Sementara produk bari itu kita coba koordinasi dengan pemerintah," kata Ogi.
Di sisi lain, OJK juga terus melakukan intensifikasi yang fokus pada manajemen risiko. Pihaknya juga memperkuat industri ini melalui peta jalan pengembangan dan penguatan industri perasuransian.
"Intinya bagaimana membangun ekosistem perasuransian yang baik, sehingga industrinya tumbuh secara berkelanjutan," ungkapnya.
Dia menegaskan ada beberapa hal yang harus diperbaiki, seiring meningkatkan literasi dan inklusi, yang mencakup perbaikan tata kelola, integritas, hingga perlindungan konsumen.
"Kemudian peningkatan kapasitas industri asuransi dan kemandirian nasional. Antara lain memperkuat permodalan, dan pengembangan SDM. Jadi asuransi wajib sekurangnya alokasi 3,5% untuk pengembangan SDM, itu akan berlaku di bulan-bulan ini. sehingga tahun depan bisa full. Kemudian juga pendalaman pasar terhadap produk untuk tujuan inovasi," jelas Ogi.
(dpu/dpu)