Hampir 4 Tahun Listing & Pegang Rekor IPO, Apa Kabar Bukalapak?

fsd, CNBC Indonesia
07 July 2025 14:37
Bukalapak. (Dok. Detikcom/Agus Tri Haryanto)
Foto: Bukalapak. (Dok. Detikcom/Agus Tri Haryanto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebulan lagi Bukalapak.com (BUKA) resmi memasuki tahun keempat melantai di Bursa Efek Indonesia. BUKA diketahui pertama kali diperdagangkan secara publik pada 6 Agustus 2021 setelah mencatatkan rekor perolehan dana IPO terbesar di bursa efek. Perolehan dana IPO senilai Rp 21,9 triliun tersebut masih menjadi yang paling jumbo dan belum ada emiten lainnya yang mampu melangkahi, termasuk GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) atau Mitratel hingga Amman Mineral International (AMMN).

Nyaris empat tahun setelah IPO, kas dan setara kas milik perusahaan telah menciut hingga 55% dari semula mencapai Rp 23,64 triliun pada akhir September 2021, kini tersisa Rp 10,69 triliun pada akhir Maret 2025. Catatan kas akhir September 2021 sebagian besar merupakan dana hasil IPO, mengingat kas dan setara kas BUKA pada akhir Desember 2020 hanya senilai 1,48 triliun.

Meski telah menghabiskan sejumlah dana IPO, angka tersebut nyatanya masih belum cukup agresif, dengan pihak otoritas bursa yang secara berkala mempertanyakan terkait penggunaan dana IPO oleh Bukalapak. BUKA juga diketahui setidaknya telah dua kali merevisi alokasi penggunaan IPO.

Mengutip laporan terbaru BUKA ke pihak Bursa pada 14 Januari 2025 lalu, dana IPO BUKA masih tersisa Rp 9,33 triliun dengan Rp 12 triliun dana perolehan bersih Rp 21,32 triliun telah direalisasikan.

Rp 12 triliun dan lebih dari tiga setengah tahun kemudian, perusahaan masih mencatatkan rugi usaha Rp 94,38 miliar. Meski demikian BUKA berhasil membukukan laba bersih Rp 110,66 miliar yang mana bukan berasal dari operasional melainkan diselamatkan oleh besarnya pendapatan keuangan dari bunga deposito, bank dan obligasi pemerintah yang nilainya mencapai Rp 233,1 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Perusahaan masih urung membukukan keuntungan dari operasional meskipun telah berupaya melakukan pivot bisnis dan memangkas beban gaji karyawan.

Jumlah karyawan BUKA tercatat mencapai 2.236 pekerja pada akhir 2021 atau bertepatan dengan suksesnya penggalangan dana publik oleh BUKA. Jumlah karyawan tersebut naik signifikan dari akhir 2020 dan pada tahun-tahun setelahnya konsisten mengalami penurunan dalam upaya perusahaan mengejar profitabilitas secara operasional - yang masih belum terwujud hingga saat ini.

Terbaru jumlah karyawan Bukalapak tersisa 752 karyawan pada akhir Maret 2025, atau telah berkurang 1.484 pekerja dari akhir 2021 lalu.

Beban gaji perusahaan tercatat mencapai Rp 736 miliar pada 2021, nyaris Rp 1 triliun atau secara spesifik Rp 917 miliar pada 2022, dan kemudian secara konsisten mengalami penurunan menjadi Rp 768 miliar pada 2023 dan Rp 493 miliar pada 2024.

Terbaru beban gaji BUKA pada kuartal pertama tahun ini mencapai Rp 84,95 miliar atau kira-kira setara Rp 340 miliar jika disetahunkan.

Tutup Lapak

Awal tahun ini, eks startup unicorn yang didirikan oleh Achmad Zaky - yang mundur sebelum perusahaan IPO - memutuskan untuk menutup layanan e-commerce yang merupakan bisnis awal perusahaan. Bukalapak mengungkapkan perusahaan melakukan transformasi sebagai upaya untuk meningkatkan fokus pada produk virtual. Hal itu dimulai dari rencana penghentian layanan operasional produk fisik pada aplikasi dan situs websitenya.

"Setelah melalui pertimbangan dengan penuh kehati-hatian, kami memutuskan untuk menghentikan layanan penjualan produk fisik di aplikasi dan situs web Bukalapak milik Perseroan," tulis manajemen melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Manajemen menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari rencana aksi korporasi tersebut, pihaknya terus melakukan peninjauan kembali terhadap prospek sejumlah segmen usaha Perseroan

Manajemen mengaku, penghentian layanan produk fisik akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha Perseroan.

"Dalam pelaksanaannya Perseroan akan memastikan pemenuhan seluruh hak dan kompensasi para karyawan yang terdampak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.

Manajemen menyebut, meskipun telah melakukan berbagai upaya terbaik namun lini bisnis produk fisik pada Aplikasi dan Situs Web Bukalapak terus menunjukkan penurunan kontribusi pendapatan dan pertumbuhan selama tiga tahun terakhir yang diakibatkan oleh perubahan dinamika pasar dan tantangan industri.

Di lain sisi, biaya operasional untuk lini bisnis tersebut terus menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Proses penghentian layanan produk fisik akan dilakukan secara bertahap dan akan dimulai pada Februari 2025. "Perubahan ini adalah langkah yang diperlukan untuk fokus pada lini bisnis yang telah kami kembangkan dan yang memiliki pertumbuhan vang lebih besar," tulisnya.

Manajemen Perseroan optimis bahwa dengan berfokus pada layanan produk virtual serta lini bisnis yang telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir, Perseroan dapat memperkuat posisinya dalam ekosistem digital serta memberikan layanan terbaik kepada pengguna.

"Langkah ini adalah bagian dari strategi jangka panjang Perseroan untuk terus relevan dan kompetitif di industri agar dapat menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan Perseroan, terutama pemegang saham Perseroan," jelasnya.

Manajemen menegaskan, penghentian layanan produk fisik tidak memiliki dampak yang merugikan terhadap kelangsungan usaha Perseroan. Layanan produk fisik pada Aplikasi dan Situs Web Bukalapak memiliki kontribusi sekitar 3% (tiga persen) dari seluruh pendapatan Perseroan.

Sebaliknya, Penghentian Layanan Produk Fisik mendukung upaya Perseroan untuk mencapai EBITDA positif.

Investor Merugi

Sempat digadang-gadang sebagai pembuka jalan 'pesta' saham teknologi di bursa di awal melantai di bursa, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) malah menjadi saham IPO (initial public offering) dengan perolehan dana jumbo terboncos sepanjang sejarah.

Bukalapak dengan proceed yang jumbo kala itu turut menyedot likuiditas pasar. Pada debut perdana di bursa, 6 Agustus 2021, para pemegang sahamnya berpesta karena saham BUKA melonjak 24,71% ke Rp1.060/saham.

Pada hari kedua, 9 Agustus 2021, BUKA masih sanggup naik dengan ditutup di Rp1.110/saham atau menguat 4,73% secara harian. Level itulah yang menjadi level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) harian saham BUKA hingga saat ini.

Hal tersebut karena, semenjak itu, saham BUKA langsung terjatuh dengan cepat, dengan terakhir kali berada di atas harga IPO pada 30 September 2021 (Rp860/saham).

Bahkan, pada 5 Agustus 2024, harga saham BUKA berada di level penutupan terendah (all time low/ATL), yakni di angka Rp109/saham.

Sementara, apabila dibandingkan dengan posisi pada perdagangan Senin (7/7/2025), saham BUKA sudah anjlok 85,29% dari harga saat IPO.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dicecar Soal Penutupan Physical Marketplace, Ini Respons Bukalapak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular