Saham Blue Chip & Perbankan Jadi Beban IHSG Tahun Ini, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan di Bursa Efek Indonesia telah resmi memasuki paruh kedua. Dalam enam bulan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami koreksi 2,15% ke 6.927,68 pada penutupan perdagangan Senin, 30 Juni 2025. Sebelumnya akhir tahun lalu IHSG ditutup di level 7.079,91.
Adapun biang kerok utama IHSG yang masih tertekan terjadi karena koreksi dalam yang dialami oleh sejumlah perusahaan publik dengan kapitalisasi pasar jumbo, termasuk bank-bank raksasa di Indonesia. Selain itu sejumlah sentimen negatif yang membayangi perekonomian global ikut menjadi tantangan berat.
Tahun ini IHSG mengalami banyak tekanan, khususnya dari sentimen yang datang dari global. Tarif dan perang dagang yang diusung Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi tantangan terberat yang mana pada level terendah indeks sempat terkoreksi 15,71% akibat ketakutan investor akan dampak atas perang dagang ke ekonomi global. Selain itu sejumlah sentimen lain, seperti perang di Timur Tengah hingga kebijakan moneter dan fiskal dalam negeri ikut memainkan peran penting atas pergerakan IHSG tahun ini.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia, Barito Renewables Energy (BREN) menjadi laggard utama IHSG tahun ini yang berkontribusi atas pelemahan 131 indeks poin. Emiten milik Prajogo Pangestu yang pernah menjadi perusahaan paling berharga di BEI ini diketahui melemah 36,66% hingga paruh pertama tahun ini.
Selanjutnya ada trio emiten perbankan raksasa RI yakni Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang ikut menekan secara signifikan kinerja IHSG. BMRI hingga tengah tahun turun 14,39% dan memangkas 73 indeks poin, BBCA turun 10,34% yang menghapus 65 indeks poin serta BBRI melemah 8,33% dengan sumbangsih pelemahan 52 indeks poin.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM), Rudiyanto menilai kinerja laporan keuangan perbankan menjadi alasan utama saham emiten perbankan blue chip tersungkur tahun ini.
"4 Bank besar selain BBCA, mengalami stagnasi atau penurunan (kinerja keuangan) seiring dengan kualitas kredit yang kurang baik dan atau perlambatan pertumbuhan ekonomi," ungkap Rudiyanto kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (3/7/2025).
Dirinya menambahkan, reaksi asing terhadap beberapa kebijakan pemerintah juga kurang positif sehingga mengakibatkan investor asing mengurangi bobot Indonesia.
"Hal ini terlihat dari arus modal asing keluar dari RI (net sell) yang deras," jelasnya.
Panin AM memproyeksi IHSG dapat menyentuh level 7.400 di akhir tahun, namun hal tersebut sangat tergantung pada kinerja keuangan pada dua kuartal ke depan, setelah IHSG cenderung stagnan dan turun pada semester pertama tahun ini.
Dirinya menyebut ada sejumlah sentimen positif yang mampu mengerek harga IHSG akhir tahun ini, termasuk terkait kebijakan fiskal dan moneter.
"Dari pemerintah, tampak ada beberapa revisi kebijakan seperti blokir anggaran yang sudah dibuka kembali, tapi proses ke masyarakat dan ekonomi riil masih butuh waktu. Sementara itu, Penurunan suku bunga bisa menjadi sentimen positif, tapi makro secara internal juga mesti mendukung, kalau tidak, kenaikannya bersifat sementara," terang Rudiyanto.
Senada, Nafan Aji Gusta, Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengungkapkan Pertumbuhan kredit perbankan saat ini rata-rata masih satu digit masih menjadi tantangan utama emiten yang bergerak di sektor perbankan.
Meski demikian, dia menyebut ada harapan bahwa kebijakan pelonggaran moneter dari Bank Indonesia dapat meningkatkan likuiditas pasar, sehingga mendorong ekspansi kredit berkualitas. Ini akan menjadi hal baik bagi perbankan, mengingat sektor-sektor lain juga akan berekspansi dan membutuhkan pasokan kredit untuk investasi.
Meski tantangan masih banyak, Nafan mengaku investor setidaknya dapat optimis salah satunya didorong oleh perbaikan harga komoditas di paruh kedua tahun ini.
" di semester kedua nanti otomatis komoditas membaik, seharusnya selling price mereka akan membaik dan kita harus optimis," ungkap Nafan kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (3/7/2024).
Sementara itu emiten lain yang ikut membebani kinerja IHSG tahun ini termasuk GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), Astra International (ASII), United Tractors (UNTR) dan Alamtri Resources Indonesia (ADRO).
IHSG saat ini masih dalam posisi rebound untuk kembali mengejar rekor tertinggi yang dicatatkan nyaris setahun lalu yang mana pada 19 September 2025, IHSG mencatatkan rekor penutupan tertinggi di 7.905,39 atau nyaris menembus level psikologis baru di 8.000.
(fsd/fsd)