Kejagung Sita Dana Rp 1,37 T dari Musim Mas & Permata Hijau
Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengumumkan sejumlah dana dari penyitaan penitipan uang dari kasus perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya sebesar Rp1.374.892.735.527. Jumlah tersebut berasal 12 perusahaan yang tergabung dalam dua grup korporasi besar yaitu, Musim Mas Grup dan PT Permata Hijau Group.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Harli Siregar mengatakan, kasus yang terjadi pada tahun 2022 ini, 7 perusahaan dari Musim Mas Grup dan 5 perusahaan dari PT Permata Hijau Group.
"Kami tinggaskan bahwa ini merupakan langkah yang dilakukan oleh institusi kejaksaan dalam rangka bagaimana memulihkan kerugian keuangan negara dan tentunya sejalan dengan bagaimana tindakan represif tidak hanya untuk melakukan penindakan atau menghukum para pelaku tetapi juga bagaimana memulihkan kerugian keuangan negara," ujarnya di gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Rabu (2/7).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung Sutikno memaparkan lebih jauh, Ia menyebut, dalam perkembangannya dari 12 perusahaan tersebut terdapat 6 perusahaan melakukan penitipan uang pengganti. "Jadi dari 12 perusahaan tadi ada 6 perusahaan yang sudah melakukan penitipan uang pengganti untuk kerugian negara," katanya.
Ia merincikan, perusahaan yang tergabung dalam Musim Mas Grup telah melakukan penitipan uang yaitu PT Musimas sebesar Rp1.188.461.774.666. Sementara perusahaan dari Permata Hijau grup sebesar Rp186.430.960.865.26.
"Uang yang dititipkan dari 6 terdakwa korporasi tersebut seluruhnya berjumlah Rp1.374.892.735.527," ungkapnya.
Ia menjelaskan, 12 perusahaan terdakwa korporasi tersebut, di pengadilan Tipikor pada pengadilan Negeri Jakarta Pesat telah diputus oleh hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Sehingga penuntut umum saat ini melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih ada dalam tahap pemeriksaan kasasi.
Bahwa berdasarkan perhitungan hasil audit dari BPKP dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, terdapat kerugian negara. "Tiga komponen, diantaranya adalah kerugian keuangan negara, ilegal gain dan kerugian perekonomian negara," ucapnya.
Ia merincikan, total kerugian negara yang berasal dari Musimas Grup sebesar Rp4.890.938.943.794,01. Rincian untuk masing-masing 7 perusahaan sebagai berikut:
- PT Musim Mas sebesar Rp1.430.930.230.450.21.
- PT Intibenua Perkasatama sebesar Rp3.194.755.791.704.97.
- PT Mikie Oleo Nabati Industri sebesar Rp5.201.108.727.67.
- PT Agro Makmur Raya sebesar Rp27,23 miliar.
- PT Musim Mas Fuji sebesar Rp14 miliar
- PT Megasurya Mas sebesar Rp31,4 mikiar
- PT Wira Inno Mas. sebesar Rp186, 6 miliar
Sementara, kerugian negara dari PT Permata Hijau Grup sebesar Rp937.558.181.691.26. Rinciannya sebagai berikut:
- PT Nagamas Palm Oil Lestari sebesar Rp381,94 miliar
- PT Pelita Agung Agri Industri sebesar Rp207,43 miliar
- PT Nubika Jaya sebesar Rp13,7 miliar
- PT Permata Hijau Palm Oleo sebesar Rp325,4 miliar
- PT Permata Hijau Sawit sebesar sekitar Rp9 miliar
Seluruhnya dana sitaan penitipan uang tersebut saay ini berada dalam rekening penampungan lainnya yaitu RPL, Jaksa Agung Muda tidak pidana khusus pada bank BRI.
"Kemudian setelah mendapatkan penetapan izin penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Penuntut Umum melakukan penyitaan terhadap seluruh uang yang diditipkan sebesar tersebut yaitu Rp1.374.892.735.527. Untuk kepentingan pemeriksaan pada tingkat kasasi," jelasnya.
Selanjutnya, setelah dilakukan penyitaan Kejagung mengajukan tambahan memori kasasi, yaitu memasukkan uang yang telah disita tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi. Sehingga, keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi khususnya terkait sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perubatan korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa korporasi.
Menurut Harli, yang dilakukan Kejagung saat ini merupakan esensi dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Hal
Itu mencakup optimalisasi terhadap pemberantasan perihal korupsi itu sendiri.
Selain itu, untuk memulihkan kerugian negara. Sehingga kegiatan penyitaan ini meskipun tidak dilakukan pada tahap penyidikan tapi ditemukan pada tahap persidangan. "Ini tetap kita lakukan penyitaan supaya kerugian negara bisa pulih," ucapnya.
Terakhir, Harli menambahkan, sebagai upaya perbaikan tata kelola yang sudah dilakukan baik secara preventif tentunya oleh bidang-bidang yang ada di Kejaksanaan Agung.
(fsd/fsd)