
Minyak Dunia Ambles ke US$ 67, Pasar Lepas Risiko Perang

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Harga minyak mentah global kembali tertekan di awal pekan, seiring meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta sinyal penambahan pasokan dari negara-negara produsen utama. Investor kini mulai melepas premi risiko perang yang sempat mendongkrak harga ke level tertinggi bulan ini.
Mengutip Refinitiv, harga minyak mentah Brent kontrak Agustus 2025 ditutup melemah ke US$67,55 per barel pada Jumat (28/6), turun tipis dari posisi penutupan hari sebelumnya di US$67,77. Sementara itu, WTI (West Texas Intermediate) juga melandai ke US$65,17 per barel dari sebelumnya US$65,52.
Tren penurunan ini menandai koreksi lanjutan sejak harga Brent sempat melonjak ke atas US$80 pada 23 Juni, saat konflik Iran-Israel memanas usai serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran. Namun, pengumuman gencatan senjata oleh Presiden AS Donald Trump di hari-hari berikutnya membuat harga minyak kembali longsor.
Menurut analis pasar, premi risiko yang sempat ditanamkan dalam harga minyak selama konflik telah sepenuhnya dihapus. "Pasar kini menilai konflik telah terkendali, dan sentimen kembali ke fundamental pasokan-permintaan," ujar Tony Sycamore dari IG Markets.
Di sisi lain, empat sumber OPEC+ menyebutkan bahwa aliansi produsen minyak ini berencana menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Agustus. Ini akan menjadi kenaikan kelima berturut-turut sejak mereka mulai mencabut pemangkasan produksi pada April lalu.
Kabar ini menjadi sentimen negatif tambahan di tengah ekspektasi melambatnya pertumbuhan permintaan di musim panas, terutama di Asia dan Eropa.
Dari Amerika Serikat, data mingguan Baker Hughes menunjukkan jumlah rig minyak aktif turun sebanyak 6 rig menjadi 432, terendah sejak Oktober 2021. Penurunan ini bisa menjadi indikasi awal bahwa harga yang cenderung rendah mulai berdampak pada keputusan investasi hulu migas di AS.
Meski begitu, pasar belum melihat ini sebagai sentimen bullish yang cukup kuat, mengingat kenaikan pasokan dari OPEC+ jauh lebih signifikan dalam jangka pendek.
Juni Tetap Positif, Tapi Arah ke Depan Menantang
Kendati harga minyak mengalami tekanan dalam sepekan terakhir, secara bulanan Brent dan WTI tetap mencatatkan kenaikan lebih dari 5% pada Juni 2025. Namun, dengan sentimen geopolitik yang mereda dan OPEC+ yang mulai agresif, harga minyak menghadapi tantangan untuk mempertahankan momentum bullish ke Juli.
Investor kini akan mencermati hasil pertemuan OPEC+ pada 6 Juli mendatang, serta rilis data ekonomi utama dari Tiongkok dan AS yang dapat memberikan sinyal arah permintaan global selanjutnya.
CNBCÂ Indonesia Research
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif Trump Naik, Harga Minyak Stabil di Tengah Ancaman Perang Dagang
