Likuiditas Perbankan Diyakini Membaik, Bagaimana dengan BNI?

dpu, CNBC Indonesia
31 January 2025 17:43
Gedung Bank Negara Indonesia (BNI). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Gedung Bank Negara Indonesia (BNI). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor perbankan di Tanah Air masih menghadapi tantangan dari sisi likuiditas pada semester I-2025. Terlebih pada periode tersebut ada momen Ramadan dan Idul Fitri, juga masa-masa pembayaran dividen.

Kendati demikian, angin segar diperkirakan segera bertiup ke sektor perbankan masuk semester II-2025, imbas dari penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Ditambah juga adanya kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan berdampak positif untuk likuiditas perbankan.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2025, BI secara mengejutkan menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%, di luar perkiraan para analis. Lalu giliran pemerintah yang merevisi aturan mengenai DHE. Per 1 Maret 2025, DHE wajib disimpan 100% di dalam negeri dengan jangka waktu setahun dari sedikitnya 30% selama 3 bulan.

"Dalam pandangan kami, penurunan BI Rate yang mengejutkan, tren penurunan kurva imbal hasil SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) baru-baru ini, dan revisi peraturan repatriasi Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) akan membantu meringankan beberapa tantangan likuiditas dan tekanan biaya dana (cost of fund)," sebut riset CGS International.

Dalam lelang SRBI 24 Januari 2025, rata-rata bunga yang diberikan untuk tenor 3 bulan, 9 bulan, dan 12 bulan masing-masing adalah 6,72%, 6,75%, dan 6,84%. Turun dibandingkan lelang 17 Januari 2025 yaitu masing-masing 6,85%, 6,91%, dan 6,98%.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) diperkirakan menjadi salah satu yang merasakan dampak positif dari perbaikan kondisi likuiditas tersebut. BBNI memperkirakan penyaluran kredit tumbuh 8-10% tahun ini ditopang kondisi likuiditas yang membaik, lanjut riset CGS.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI)Royke Tumilaar menilai keputusan pemangkasan bunga acuan domestik ini menjadi sinyal yang baik. Menurutnya, itu menandakan adanya perbaikan prospek ekonomi ke depan.

Menurutnya, pemangkasan suku bunga ini dapat mendorong ekspansi kredit, walau mungkin tidak terlalu besar. "Mudah-mudahan, menurut saya signal BI turunin suku bunga 0,25 itu sudah bagus banget. Itu berarti signal bahwa, ya banyak hal lah, pasti impact-nya banyak lah ya," ujar Royke belum lama ini.

Di lain sisi, Inisiatif strategis utama BBNI tahun ini melalui transformasi digital dan cabang, merupakan upaya yang dilakukan perseroan dalam meningkatkan porsi pendanaan berbiaya rendah.

"Aplikasi mobile banking Wondr, membantu meningkatkan transaksi nasabah ritel BBNI. Berkat aplikasi baru, pengguna aktif meningkat dari 30% pada aplikasi lama menjadi 65% saat ini. Wondr memiliki 5.3 juta pengguna per Desember 2024, dengan penambahan hampir 1 juta pengguna per bulan," tulis riset CGS.

Sementara itu, harga saham BBNI ditutup di Rp 4.770 pada perdagangan Jumat (31/1). Melonjak 2,8% dari hari sebelumnya.

Kenaikan 2,8% juga menjadi yang tertinggi di antara saham bank-bank pelat merah. Hari ini, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) melemah 1,2%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) bertambah 2,4%, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) terangkat 2,5%, dan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk (BRIS) naik 1,7%.

CGS pun mempertahankan rating buy bagi BBNI dengan target harga di Rp 6.000. Artinya, ada peluang keuntungan hingga 25,79% dari posisi saat ini. 


(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI: Likuiditas Bank di RI Lebih dari Cukup

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular