Obligasi dan Sukuk Hijau RI Tembus Rp 36,4 T, Bos OJK Ungkap Ini

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
08 October 2024 11:10
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong inisiatif pendanaan hijau dan praktik bisnis berkelanjutan kepada para pelaku pasar modal Indonesia. Hingga Oktober 2024, OJK mencatat nilai penerbitan obligasi dan sukuk berlandaskan keberlanjutan telah mencapai Rp36,4 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menjelaskan, nilai Rp36,4 triliun tersebut meliputi 21 penerbitan green bond, social bond, social sukuk, sustainability link bond, dan sustainability sukuk.

"OJK bersinergi dengan stakeholder untuk terus mendorong penerbitan obligasi dan sukuk berlandaskan keberlanjutan di Indonesia," ujar Inarno dalam Annual Report Award, di Gedung BEI, Jakarta, Senin (7/10/2024).

Inisiatif keberlanjutan pun terus didorong oleh OJK, salah satunya melalui penerbitan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia atau TKBI. Taksonomi ini menjadi rujukan bagi pelaku jasa keuangan dalam mengimplementasikan keuangan berlanjutan.

"TKBI mengklasifikasikan kegiatan usaha ke dalam kategori green atau hijau dan transisi dengan mengintegrasikan aspek lingkungan dan aspek sosial. Kita sering sebut kategori transisi dengan amber," jelasnya.

Selain itu, di tahun ini OJK sedang melakukan berbagai persiapan penerapan standar IFRS S1 dan IFRS S2 tahun ini. Keduanya adalah standar pelaporan dari Dewan Standar Keberlanjutan Internasional atau ISSB di tahun 2023.

Sebagai informasi, IFRS S-1 adalah standar pelaporan berkelanjutan yang mencakup persyaratan umum untuk pengungkapan informasi keuangan terkait keberlanjutan. Sementara IFRS S-2 adalah pengungkapan terkait iklim.

"Baru saja saya kembali dari Cina, dari Nanning dan mereka juga sudah mempersiapkan untuk yang berikutnya, step berikutnya adalah S-3 jadi memang kita tetap harus mengejar S-1 dan S-2 di kita," tuturnya.

Sebelumnya, OJK meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) di Jakarta, Selasa (20/2/2024). TKBI merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya dan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia yang menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan alasan dari green taksonomi menjadi taksonomi keuangan berkelanjutan. Menurutnya, alasan pertama karena di taksonomi hijau fokus utama pada upaya untuk mengurangi emisi karbon.

"Sedangkan dalam taksonomi keuangan berkelanjutan kita melihatnya secara lebih komprehensif jadi melihat prioritas terkait dengan pengurangan emisi karbon tadi itu dalam konteks yang lebih luas bagian dari lingkungan hidup, tetapi juga secara berimbang memperhatikan aspek kemajun sosial, dan pembangunan ekonomi," ungkap Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (IJK) Selasa (20/2/2024).

Secara rinci ia menyebut ada tiga pilar dari pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan hidup pembangunan sosial, dan ekonomi.

"TKBI juga menyoroti mengenai sumber daya kritikal atau sering juga disebut critical minerals karena untuk ini sesuai dengan standar dan juga taksonomi yang berlaku di berbagai negara lain dianggap sebagai pendukung utama dari keberhasilan transisi energi itu sendiri," jelas Mahendra.

Lebih jauh, ujarnya TKBI digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) Indonesia serta dirancang untuk dapat menjangkau semua pihak.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Investor Asing Kompak Tanam Dana ke Pasar Modal RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular