
Kurs Rupiah Jumpalitan! Dari Rp16.000 ke Rp15.000, Kini Rp15.600/US$

Jakarta, CNBC Indonesia-Tren pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut hingga awal pekan ini. Dilansir dari Refinitiv, rupiah anjlok 1,2% di angka Rp15.665/US$ pada hari ini, Senin (7/10/2024).
Jika melihat pergerakan, rupiah dalam beberapa pekan terakhir memang tampak mengejutkan. Pada 7 Agustus 2024, rupiah masih bertengger di level Rp16.000/US$.
Rupiah kemudian menguat tajam dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Pada 25 September 2024, rupiah menguat hingga sampai ke level Rp15.095/US$.
Kondisi berubah, ketika ada pergerakan eksternal yang signifikan. Rupiah bersama banyak mata uang lain dihantam sampai ke level Rp15.400/US$ dan berlanjut ke level Rp15.600.
Head of Research Panin Sekuritas, Nico Laurens menjelaskan pelemahan rupiah disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah kebijakan stimulus China. Stimulus tersebut dikeluarkan pemerintah China melaui bank sentral Tiongkok (PBoC) guna menyelamatkan kondisi ekonomi Tiongkok yang tengah lesu akibat dilanda kredit macet dari pengembang properti raksasa sampai perang dagang yang berkelanjutan dan efek berpindah-nya basis produksi ke negara lain.
PBoC meluncurkan paket stimulus yang mencakup pemangkasan suku bunga, pembebasan uang tunai untuk bank-bank, serta dukungan likuiditas untuk pasar saham yang jika digabung mencapai lebih dari Rp4000 triliun, melampaui APBN Indonesia 2025 di kisaran Rp3000 triliun.
Masalah berikutnya adalah perang di Timur Tengah. Israel, menurutnya melakukan serangan agenda langsung ke beberapa negara sehingga menimbulkan kekhawatiran lonjakan harga minyak dunia.
"Dalam situasi seperti ini investor lebih memilih ke tempat yang lebih aman," ujarnya. DXY pada pukul 09:17 WIB mengalami penurunan tipis 0,07% ke angka 102,45.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto akan memantau perkembangan nilai tukar. Langkah intervensi diambil demi menjaga stabilitas nilai tukar.
"Kami masuk pasar untuk memastikan keseimbangan supply demand di pasar tetap terjaga. Supply valas dari korporasi masih cukup support di market," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penyebab Cadangan Devisa RI US$155,7 M: Utang Sampai Devisa Migas