Pemegang Dolar Bersiap! BI Bakal Buat Rupiah Lebih Kuat dari Rp15.400

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
22 August 2024 06:55
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers KSSK : Hasil Rapat Berkala KSSK III Tahun 2024. (Tangkapan Layar Youtube kementerian Keuangan)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers KSSK : Hasil Rapat Berkala KSSK III Tahun 2024. (Tangkapan Layar Youtube kementerian Keuangan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi beberapa hari terakhir belum membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo merasa puas.

Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah berhasil menguat 5,34% ke level Rp 15.430/US$ per 20 Agustus 2024 dibanding posisi akhir Juli 2024 yang di kisaran Rp 16.294/US$, berdasarkan catatan Bank Indonesia.

Saat konferensi pers hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) 20-21 Agustus 2024, Perry mengatakan nilai tukar rupiah cenderung masih akan menguat, dan ia pun memastikan komitmen BI untuk terus memperkuat stabilitas rupiah.

"Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan masih akan cenderung menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen kebijakan Bank Indonesia," kata Perry dikutip Rabu (21/8/2024).

Sebetulnya, mata uang garuda per 20 Agustus 2024 ini merupakan level terkuat sejak awal tahu, karena per 1 Januari 2024 levelnya mampu ke posisi Rp 15.395/US$. Penguatan di level bawah Rp 16.000 itu pun sudah sembilan hari kerja terjadi.

Pada 7 Agustus 2024, berdasarkan catatan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia rupiah berada di level Rp 16.100/US$. Lalu, lompat ke level Rp 15.480/US$ pada 20 Agustus 2024.

Secara rinci, pada 8 Agustus 2024 kurs referensi JISDOR bertengger di level Rp 15.952, lalu 9 Agustus Rp 15.914, 12 Agustus Rp15.963, 13 Agustus Rp 15.885, 14 Agustus Rp 15.691, 15 Agustus ke level Rp 15.687, 16 Agustus Rp 15.716, 19 Agustus Rp 15.591, dan 20 Agustus 2024 Rp 15.480.

Perry pun mengatakan, apresiasi rupiah yang mencapai 5,34% dibanding akhir Juli 2024 itu bahkan lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Baht Thailand, Yen Jepang, Peso Filipina, dan Won Korea, yang hanya sebesar 4,22%, 3,25%, 3,20%, dan 3,04%.

Kendati begitu, ia menekankan, fokus BI hingga kuartal III-2024 adalah untuk melanjutkan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah, sebelum akhirnya pada kuartal IV-2024 adalah fokus untuk mulai menurunkan suku bunga acuan BI-Rate demi mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Fokus memperkuat lebih lanjut stabilitas nilai tukar rupiah itu akan ditempuhnya karena merasa bahwa faktor-faktor fundamental ekonomi Indonesia masih mendukung penguatan lebih lanjut kurs rupiah. Di antaranya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih kuat di atas 5%, inflasi yang terkendali di kisaran 2,5%, hingga aliran modal asing yang terus masuk ke pasar keuangan Indonesia.

"Kuartal III fokus kami kata-katanya untuk penguatan lebih lanjut stabilitas nilai tukar rupiah. Jadi secara fundamental rupiah masih akan cenderung menguat," ucap Perry.

Walaupun tegas menyatakan akan memperkuat lebih lanjut stabilitas nilai tukar rupiah, seperti biasanya Perry menekankan BI tidak akan membawa rupiah ke dalam level tertentu, sebab ia menganggap penting menjaga pergerakan nilai tukar rupiah itu sesuai dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi tanah air. Maka yang dijaga BI adalah stabilitas pergerakannya.

Bila merujuk pada data Refinitiv lima tahun terakhir, pergerakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang tidak hanya mencapai kisaran Rp 15.400/US$ saja. Masih mampu stabil di kisaran Rp 14.565-14.970/US$ pada tahun lalu. Saat 28 April 2023 misalnya, rupiah mampu terjaga di level Rp 14.665/US$.

Sepanjang periode 2021-2022 saja misalnya, puncak level tertinggi rupiah berada di level Rp 14.560/US% per 16 April 2024. Jika ditarik lebih jauh lagi, pada 24 Januari 2020 mata uang garuda masih mampu terbang di level Rp 13.565/US$, sebelum akhirnya saat pandemi Covid-19 menyerang dunia, levelnya melonjak ke Rp 16.400/US$.

Level Rp 13.565 ataupun Rp 14.560 tentu belum bisa menjadi ukuran bahwa Perry akan menjaga rupiah hingga di level itu, karena tidak ada statement khusus darinya. Lagipula, jika rupiah terus menguat secara signifikan dari Rp 16.100 ke level itu tentu ada implikasi negatif bagi sisi ekonomi lainnya, yakni tidak kompetitifnya nilai barang ekspor Indonesia, apalagi yang bahan bakunya masih berasal dari impor.

"Kalau ke level 14.000 ini masih cukup struggle kita lihat ini sudah bottoming banget pasca penguatan Rupiah yang signifikan," kata Hosianna kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/8/2024).

"Karena kalau Rupiah kita terlalu menguat signifikan ini enggak kompetitif buat ekspor. Jadi kita lihat yang level ini sudah cukup solid," tegasnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno pun telah mengatakan, saat rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar beberapa hari lalu, pengusaha tidak menikmati keuntungan karena biaya berbisnis di Indonesia masih mahal. Apalagi, jika rupiah yang menguat.

"Pendapatan dalam Dolar AS memang tetap, namun untuk menutup biaya yang dalam komponen rupiah. Jika dibandingkan tahun 2022-2023, tahun ini ada kenaikan biaya sekitar 5%," tegas Benny.

"Biaya yang dalam komponen Rupiah secara rutin tahunan naik. Yaitu biaya karyawan. Selain itu, biaya logistik dalam negeri baik darat, laut, maupun udara, juga biaya bunga bank," tuturnya.

Yang jelas, Perry menekankan, rupiah yang menguat lebih banyak efek positifnya bagi perekonomian Indonesia. Pertama ialah membuat harga-harga lebih murah di dalam negeri, khususnya harga-harga pangan, sehingga juga akan mendukung inflasi yang rendah terutama dari sisi imported inflation.

Penguatan rupiah juga cia tekankan mendukung sektor-sektor usaha yang memang punya kandungan impor tinggi dan banyak sektor-sektor itu yang juga menciptakan lapangan kerja. "Contoh apakah industri tekstil, industri manufaktur-manufaktur lainnya yang itu memang ciptakan lapangan kerja itu memang banyak yang butuh impor," ungkap Perry.

Karena itu, penguatan rupiah akan mendukung peningkatan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan termasuk sektor-sektor yang ciptakan lapangan kerja. Selain itu, ia tekankan juga akan memperkuat stabilitas sistem keuangan dan perbankan.

"Jadi penguatan rupiah baik bagi ekonomi. Pertama, mendukung harga lebih rendah termasuk harga pangan dan inflasi, kedua dukung pertumbuhan ekonomi termasuk sektor-sektor yang padat karya yang impornya tinggi, dan ketiga rupiah menguat juga bagus untuk stabilitas keuangan dan perbankan" ungkap Perry.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos BI Ungkap Penyebab Derasnya Capital Outflow dari RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular