
Pertumbuhan Kredit Bank di RI Tidak Seindah Kelihatannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perbankan kembali mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit double digit, yakni 12,36% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi sebesar Rp7.478 triliun per Juni 2024. Perolehan ini dicapai ketika Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuannya (BI Rate) yang tinggi di 6,25%.
Kondisi likuiditas pun semakin ketat, terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang menurun dari bulan Mei sebesar 8,63% yoy, jadi 8,45% yoy per Juni 2024 sebesar Rp8.722 triliun. Rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) juga makin tinggi, menjadi 85,74% dari sebulan sebelumnya 84,80%.
Bila dirinci, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan penyaluran kredit masih didominasi oleh bank BUMN, yakni sebesar 14,95% pada total bulan Juni 2024. Sementara itu, sejumlah bank kelas menengah dan kecil mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit yang jauh dari rata-rata industri.
Seperti bank swasta terbesar RI kedua, CIMB Niaga (BNGA), yang hanya mencatatkan penyaluran kredit tumbuh mini, 5,9% yoy menjadi sebesar Rp 217,1 triliun per Juni 2024. Kemudian, bank swasta lainnya PaninBank (PNBN) hanya mampu mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 6,2% yoy menjadi Rp 147,63 triliun.
Sebagian bank KBMI II dan I yang telah melaporkan kinerjanya juga mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit jauh dari rata-rata industri per semester I-2024. Bank Sinarmas (BSIM) dan Bank Ina (BINA) mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit masing-masing, 5,57% yoy dan 5,5% yoy.
Kemudian Bank Oke Indonesia (DNAR) mencatat penyaluran kredit tumbuh hanya 2,67% yoy. Lebih mini lagi, Bank MNC International yang hanya mampu mencatatkan pertumbuhan kredit tak sampai 1%, yakni 0,81% yoy.
Hal ini menunjukkan bahwa bank aset jumbo yang masuk kategori KBMI IV, yakni bank BUMN dan BCA (BBCA) masih dominan dalam penyaluran kredit sepanjang paruh pertama tahun ini.
"Sudah barang tentu, ada kelompok bank yang mampu mencapai pertumbuhan kredit di atas rata-rata industri seperti kelompok bank BUMN. Tetapi ada pula kelompok bank lain yang mencapai pertumbuhan di bawah rata-rata industri. Apa sebabnya? Macam-macam," ujar Pengamat Perbankan Paul Sutaryono ketika dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (8/8/2024).
Ia menguraikan, salah satunya karena suku bunga acuan BI yang naik ke 6,25% dan belum turun sejak April 2024. Itu mendorong kenaikan biaya dana (cost of fund) sehingga bank harus menaikkan suku bunga deposito, yang kemudian mengakibatkan suku bunga kredit naik dan berujung pada menipisnya pertumbuhan kredit.
Ketika suku bunga acuan BI naik, kata Paul, tetapi bank tidak menaikkan suku bunga kredit terlalu tinggi, maka bank akan mengalami penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM).
"Hal itu biasanya dilakukan oleh bank papan atas seperti bank pemerintah plus BCA sebagai bank swasta terbesar. Mengapa? Lantaran, mereka memiliki modal raksasa. Apa hasilnya? Bank demikian tetap mampu menyuburkan pertumbuhan kredit," jelas Paul.
Adapun BCA mencatatkan pertumbuhan kredit 15,1% yoy menjadi Rp850 triliun per Juni 2024.
Menurut bankir Taswin Zakaria melihat kompetisi penyaluran kredit ini sudah lama terjadi sejak dua sampai tiga tahun lalu, dan terus berlanjut sampai sekarang. Eks Presiden Direktur Bank Maybank Indonesia (BNII) itu memandang bahwa perbankan cenderung menyasar debitur yang itu-itu saja.
"Menurut saya, kompetisi kredit ini sudah cerita lama (2-3 tahun) dan masih begitu terus. Target penyaluran kredit itu-itu saja dan hampir semua bank menyasar debitur-debitur yang sama," pungkas Taswin saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (8/8/2024).
Dia melanjutkan tinggi rendahnya pertumbuhan kredit bank juga ditentukan oleh credit appetite bank saat itu.
"Kalau sedang agresif dan mengobral pricing dan terms pasti bisa tumbuh tinggi. Kalau sedang konservatif apalagi kalau NPL (non-performing loan) sedang tinggi, pastinya akan mengerem laju kreditnya," kata Taswin.
Selain itu, ia menyebut faktor likuiditas dan cost of fund tinggi yang tentunya mempengaruhi laju kredit. Dalam hal ini, bank KBMI 4 tentunya punya keunggulan dalam mengatasi ini, sementara Bank KBMI 1-3 belum tentu bisa menaikkan ataupun mengobral pricing/terms sehingga laju kreditnya akan lebih moderat.
Secara terpisah, hal itu dibenarkan oleh Bank Oke Indonesia (DNAR). Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah menerangkan bahwa pertumbuhan kredit bank, sebagian besar ditopang oleh pertumbuhan kredit korporasi.
Oleh karena itu, hanya bank-bank besar mampu melakukan ekspansi karena biaya dana mereka yang rendah, ditopang porsi dana murah (CASA) besar untuk membiayai kredit dengan suku bunga yang relatif rendah.
"Sedangkan bank-bank yang mengandalkan dana mahal seperti deposito akan sulit untuk bersaing. Selain itu bank-bank besar mempunyai sumber dana yang cukup untuk membiayai kredit-kredit dengan jumlah yang besar," kata Efdinal saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (8/8/2024).
Dia mengakui bahwa OK! Bank saat ini bersikap konservatif dalam penyaluran kredit, terutama pada kredit segmen retail. Efdinal mengatakan itu bertujuan untuk menjaga kualitas kredit, karena tren rasio kredit bermasalah atau NPL yang belakangan sedikit mengalami kenaikan.
Lain halnya dengan CIMB Niaga yang justru tengah fokus menumbuhkan penyaluran kredit segmen retail dan UMKM. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengakui kredit segmen korporasi tumbuh mini, dan lebih pilih untuk fokus pada kredit yang memberikan keuntungan dan kualitas aset yang baik.
"Kami memfokuskan ke ritel dan UKM untuk pertumbuhan loan. Seperti, UKM yang masih tumbuh hampir 10%, Auto KKB (kredit kendaraan bermotor) dan KK (kredit konsumtif) di 15%-an. Sedangkan kredit korporasi tumbuh sekitar 4%. Kami memilih tumbuh dengan loan yang memberikan keuntungan dan asset quality bagus. Sehingga dari sisi profitability masih baik," jelas Lani.
Ia kemudian mengakui pihaknya menerapkan risk appetite yang sesuai dengan keadaan CIMB Niaga saat ini. Menurut Lani, CIMB Niaga masih memiliki potensi yang cukup, yakni LDR sebesar 85% di semester I-2024, tetapi biaya dana yang masih tinggi. Itu membuat bank tersebut harus lebih berhati-hati untuk memastikan nasabah mampu melaksanakan kewajiban kreditnya.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Titip Pesan Ini ke Ibu-Ibu Sebelum Ambil Kredit Bank