Saham Intel Cs Ambruk, Uang US$ 1 Triliun Lenyap di Wall Street

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
05 August 2024 14:45
wall street
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mengguncang pasar keuangan di seluruh dunia. Ini telah mendorong investor untuk menghentikan banyak perdagangan paling populer tahun 2024.

Volatilitas pasar pekan lalu ditutup dengan ambruknya perdagangan pada Jumat (2/8/2024), setelah laporan penggajian Juli di AS lebih lemah dari perkiraan. Lalu pertumbuhan pekerja melambat dan pengangguran meningkat ke level tertinggi sejak 2021. 

Mengutip Wall Street Journal, Senin (5/8/2024), saham dan imbal hasil obligasi merosot, dengan Dow Jones Industrial Average kehilangan lebih dari 600 poin. Selain itu, harga minyak merosot karena pedagang menilai pertumbuhan yang melambat akan mengikis permintaan minyak mentah.

Pasar saham juga melanjutkan tren penurunan sehari sebelumnya, setelah data menunjukkan pelemahan dalam manufaktur dan konstruksi. Para analis menilai para investor mulai mengubah strategi, dengan beralih dari beberapa perdagangan paling populer tahun ini. Ini menjelang potensi pemotongan suku bunga dari Federal Reserve.

Kini, hanya beberapa hari setelah Fed mempertahankan suku bunga jangka pendek pada pertemuan kebijakan bulan Juli, banyak pihak di Wall Street khawatir bahwa bank sentral terlalu lama untuk mulai memangkas suku bunga dan menyebabkan ekonomi semakin menderita.

Pada hari Jumat lalu, para pelaku pasar memperkirakan peluang yang sangat besar bahwa Fed akan memangkas suku bunga hingga setengah persen poin pada bulan September. Hanya sedikit yang membuat taruhan itu pada hari Rabu setelah Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa para pejabat perlu melihat lebih banyak data.

Kepala investasi pendapatan tetap global BlackRock Rick Rieder menilai laporan pekerjaan hari Jumat adalah "tanda pertama yang jelas dari perlambatan ketenagakerjaan di hampir setiap metrik."

"Suku bunga dana Fed jelas terlalu ketat dibandingkan dengan inflasi yang cenderung berada di kisaran rendah-2 dengan kelesuan dalam angkatan kerja," ujar Rieder, dikutip dari Wall Street Journal, Senin (5/8/2024).

Pergerakan pasar menjadi pukulan terbaru, setelah serangkaian pukulan telak bagi beberapa saham favorit di Wall Street.

Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun, yang turun saat harga obligasi naik, baru saja mencatat penurunan satu minggu terbesarnya, yakni turun di bawah 4%, menjadi 3,795%, menurut Tradeweb.

Nikkei 225 Jepang merosot 5,8% pada hari Jumat dan sekarang turun hampir 15% dari rekor tertinggi pada bulan Juni, sementara yen melonjak terhadap dolar.

Selanjutnya, tujuh raksasa teknologi "Magnificent Seven" yang telah mendorong sebagian besar kenaikan saham tahun ini mengalami beberapa minggu yang sulit, kehilangan lebih dari US$ 1 triliun nilai pasar.

Laporan laba kuartal kedua sejauh ini mengecewakan investor, yang memiliki ekspektasi tinggi, terutama untuk perusahaan yang banyak berinvestasi dalam kecerdasan buatan (AI). Microsoft dan Alphabet, dua investor kakap AI, saham keduanya malah dilepas setelah merilis laporan keuangan. 

Sementara itu, para kepala eksekutif membunyikan alarm bahwa ekonomi bisa lebih buruk daripada yang ditunjukkan oleh data yang ada. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan CEO McDonald's Chris Kempczinski bahwa perlambatan kunjungan dari konsumen berpenghasilan rendah semakin dalam pada tahun ini.

Adapun saham Amazon.com turun 8,8% pada hari Jumat setelah perusahaan tersebut memproyeksikan pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah dari yang diharapkan.

Laporan pendapatan yang sangat buruk, termasuk kesulitan dalam bisnis AI dan pusat data, telah menyebabkan saham Intel anjlok 26%. Menjadi yang terburuk bagi perusahaan setidaknya sejak 1985.

"Kini muncul skeptisisme tentang manfaat AI dan apakah AI benar-benar akan menghasilkan laba dan produktivitas pada tingkat yang telah dipromosikan," kata Yung-Yu Ma, kepala investasi untuk BMO Wealth Management di AS.

"Tidak mengherankan bahwa surutnya antusiasme akan terjadi pada saat yang sama ketika kita melihat beberapa pelemahan ekonomi dan kekhawatiran bahwa Fed tertinggal," katanya.

Analis juga mengatakan bahwa perusahaan hedge fund yang menjadi investor kakap pada sejumlah saham populer, seperti emiten teknologi besar tahun ini dan menaruh uangnya pada yen Jepang memperburuk pergerakan pasar. 

Saat sejumlah saham teknologi besar runtuh, para hedge fund jumbo perlu melepas aset dan mengurangi risiko dari portofolio mereka yang lain. Pada akhirnya hal ini membuat pasart turun semakin dalam. 


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prospek Pemangkasan Suku Bunga AS Turun, Wall Street Dibuka Koreksi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular