
IHSG Ngegas 1% Lebih Jelang Pelantikan 3 Wamen Baru, Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau cerah pada perdagangan sesi I Kamis (18/7/2024), di tengah terus membaiknya sentimen pasar global dan dalam negeri.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melesat 1,02% ke posisi 7.298,25. IHSG sempat menembus kembali level psikologis 7.300 sekitar pukul 10:39 WIB. Namun pada akhir sesi I, IHSG kembali balik arah ke 7.290-an.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,1 triliun dengan volume transaksi mencapai 9,4 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 637.343 kali. Sebanyak 287 saham naik, 254 saham turun, dan 239 saham cenderung stagnan.
Beberapa sektor menjadi penopang IHSG di sesi I hari ini, yakni energi mencapai 0,94%, infrastruktur sebesar 0,92%, dan keuagan sebesar 0,83%.
Selain itu, beberapa saham menjadi penopang (movers) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Saham emiten energi baru terbarukan (EBT) yang berafiliasi dengan konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 28,1 indeks poin.
Tak hanya BREN, empat saham bank raksasa juga menjadi penopang IHSG di sesi I yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 15 indeks poin, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 11,8 indeks poin, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 8,9 indeks poin, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 2,8 indeks poin.
IHSG berhasil melesat hingga lebih dari 1%, di tengah adanya keyakinan penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) dan setelah komentar Bank Indonesia (BI) yang yakinrupiah akan terus menguat terhadap dolar AS.
Pejabat tinggi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengatakan bahwa The Fed "lebih dekat" untuk memangkas suku bunga mengingat lintasan inflasi yang membaik dan pasar tenaga kerja dalam keseimbangan yang lebih baik, pernyataan yang membuka jalan bagi yang pertama pengurangan biaya pinjaman pada September.
Gubernur The Fed, Christopher Waller dan Presiden The Fed New York, John Williams sama-sama mencatat semakin pendeknyacakrawala menuju kebijakan moneter yang lebih longgar.
Wallermenyoroti hal ini dalam pidatonya di Kansas City Fed dan Williams menegaskannyadalam wawancara.
Secara terpisah, Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin merasa "sangat gembira" bahwa penurunan inflasi mulai meluas.
"Saya ingin melihat hal ini berlanjut," katanya kepada kelompok bisnis di Maryland.
Pernyataan tersebut adalah komentar terbaru dari para pejabat tinggi The Fed pada minggu ini, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, yang mencatat peningkatan keyakinan mereka bahwa tren disinflasi yang dimulai tahun lalu terus berlanjut, meskipun ada lonjakan inflasi yang berumur pendek sebelumnya.
"Tekanan harga tampaknya mulai mereda, dengan turunnya harga barang, melambatnya kenaikan biaya perumahan, dan pertumbuhan upah yang lebih moderat mendorong pelonggaran kenaikan harga di sektor jasa yang telah lama ditunggu-tunggu," kata para pejabat The Fed.
Dengan ini, maka pasar semakin yakin The Fed akan memangkas suku bunga acuannya pada September mendatang.
Berdasarkan perangkat Fedwatch, pasar menilai ada peluang bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed mulai pangkas suku bunga pada September. Probabilitas mencapai 91,7 suku bunga turun pertama kali sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%-5,25%.
Pemangkasan tersebut berlanjut pada dua pertemuan berikutnya, masing-masing 25 basis poin pada pertemnuan November dan satu lagi pada Desember.
Sehingga pada akhir tahun suku bunga The Fed berada di kisaran target 4,50%-4,75% dengan penurunan tiga kali dalam setahun.
Di lain sisi, Gubernur BI, Perry Warjiyo meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat dalam waktu dekat. Ini disebabkan oleh kemungkinan semakin cepatnya potensi The Fed menurunkan suku bunga acuannya pada 2024.
"Kalau seperti itu, membuka peluang rupiah akan lebih menguatkan, akan lebih stabil setidaknya, dengan probabilitas Fed Fund Rate yang lebih maju," ucap Perry.
Perry mengatakan, kemungkinan terbaru turunnya suku bunga acuan The Fed, yakni Fed Fund Rate, akan terjadi pada November 2024.
"Fed Fund Rate dengan data-data terakhir yang kami lihat, kenapa kami sampaikan yang semula Fed Fund Rate itu kami perkirakan baru turun Desember itu ada probabilitas yang makin besar bisa maju ke November," ungkapnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an