
Dapat Restu PMN Rp 3,61 T, Ini Dosa Asabri yang Bikin DPR Geram

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Asabri (Persero) mendapatkan restu dari DPR untuk memperoleh Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,61 triliun. Meski disetujui, DPR memberi peringatan tegas agar kasus korupsi tidak terulang lagi.
Di depan Komisi VI DPR RI, Direktur Utama Asabri Wahyu Suparyono mengatakan, dana PMN akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ekuitas negatif, solvabilitas jangka panjang, dan kekurangan jumlah aset investasi.
"Sehingga Asabri dapat memastikan kemampuan pemenuhan kewajiban manfaat kepada prajurit TNI, Polri, dan ASN di lingkungan Kemhan dan Polri," ujarnya dalam rapat dengan Komisi VI di DPR RI Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Wahyu merincikan, nantinya dana PMN tersebut akan digunakan untuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 90% dan obligasi korporasi sebesar 10%, sehingga menghasilkan pendapatan baru dari investasi tersebut.
Asabri diketahui menghadapi beberapa masalah penting, antara lain ekuitas yang negatif diakibatkan karena penurunan nilai wajar aset investasi, rasio klaim, dan kenaikan beban cadangan.
Melihat hal ini, anggota DPR Fraksi PDIP Harris Turino menyetujui rencana PMN Asabri sebesar Rp 3,61 triliun, namun memberikan catatan yang sangat kritis.
"Bahwa PMN hanya digunakan pembayaran kewajiban manfaat bagi peserta dan yang paling penting adalah PT Asabri wajib melaporkan laporan investasi berikut hasilnya terhadap penggunaan dana kepada komisi VI untuk mendapat jaminan PMN digunakan sebaik-baiknya dan tidak untuk dikorupsi," terang Harris.
Kasus Korupsi Asabri
Bila ditarik ke belakang, Asabri memang memiliki rapor merah catatan korupsi. Asabri telah merugikan negara hingga Rp 22 triliun.
Kendati kasus ini berbeda dengan Jiwasraya, namun temuan pihak berwenang menyebut bahwa sejumlah nama yang sama dalam dua mega skandal tersebut. Misalnya, Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX), dan Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Keduanya juga ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi Asabri.
Namun, pada akhirnya Heru Hidayat bebas dari tuntutan hukuman mati dari Kejaksaan Agung. Alih-alih, mendapat hukuman mati, Bentjok justru divonis nihil.
Setelah penyelesaian perkara ini pun kondisi keuangan Asabri belum menampakkan perbaikan. Tercatat, ekuitas perusahaan selama 2023 masih negatif Rp 1,07 triliun. Sementara tiga tahun lalu pada 2020 tercatat negatif Rp 13,30 triliun.
Selanjutnya, terjadinya penurunan nilai aset perusahaan karena ada aset yang tidak produktif hampir 71%. Perseroan tidak bisa menutup selisih antara pengeluaran premi dengan pendapatan premi.
Selain itu, keuangan yang belum juga memperoleh keuntungan karena rasio klaim sudah sangat tinggi. Defisit pembayaran klaim pada 2017 hingga 2024 diperkirakan Rp 1,74 triliun.
Kemudian total defisit klaim dan pembayaran premi tahun 2025-2034 diperkirakan akan mencapai Rp 4,19 triliun. "Artinya, aset investasi yang bisa kita jual. Hasil investasi dipergunakan juga untuk membayar biaya operasional penyelenggaraan program THT," ucap Wahyu.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erick Thohir Angkat Eks Penyidik Kasus Munir Jadi Komisaris Asabri