IHSG Bergairah Lagi, Saham Bank Raksasa Jadi Penopangnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali bergairah hingga akhir perdagangan sesi I Kamis (27/6/2024), di tengah merananya mayoritas bursa Asia pada hari ini.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG menguat 0,77% ke posisi 6.958,94. Meski kembali menguat, tetapi IHSG masih belum mampu untuk kembali menyentuh level psikologis 7.000.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 11,3 triliun dengan volume transaksi mencapai 20 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 379.887 kali. Sebanyak 271 saham naik, 241 saham turun, dan 251 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, sektor keuangan menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I hari ini yakni mencapai 1,22%.
Selain itu, beberapa saham menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Sejalan dengan sektor keuangan yang menjadi movers IHSG di sesi I hari ini, saham perbankan raksasa mendominasi movers sesi I, dengan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menjadi penopang terbesar yakni mencapai 13,9 indeks poin.
IHSG berhasil menguat kembali di tengah lesunya sebagian besar bursa Asia-Pasifik pada hari ini. Per pukul 12:00 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang merosot 0,9%, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,95%, Shanghai Composite China melemah 0,46%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,85%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,38%.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura dapat menemani IHSG berada di zona hijau yakni menguat 0,28%.
Investor masih cenderung wait and see terkait arah kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan arah kebijakan fiskal pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Untuk diketahui, dalam dot plot Juni 2024, The Fed meyakini masih ada harapan untuk pemangkasan suku bunga sebanyak satu kali. Kendati adanya harapan, namun jumlah pemangkasan suku bunga tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dot plot Maret 2024 yang menyatakan terdapat tiga kali penurunan suku bunga.
Sementara dari sisi kebijakan fiskal, sempat beredar kabar bahwa ada potensi jumlah utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) di masa pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mendekati angka 50% disertai dengan defisit fiskal mendekati 2,8%.
Namun, kabar tersebut dibantah oleh pemerintah melalui konferensi pers yang digelar pada Selasa lalu.
Pada konferensi pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, baik pemerintah maupun tim Prabowo menegaskan jika pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka akan tetap menjalankan APBN 2025 secara prudent, termasuk dengan tetap menetapkan ambang defisit maksimal 3% dari PDB serta rasio utang terhadap PDB sebesar 60%.
Menurut laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospects, pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan mencapai rata-rata 5,1% per tahun pada 2024 hingga 2026.
Meski begitu, pengelolaan APBN tahun depan tergolong cukup berat, mengingat selain akan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp 71 triliun, juga terdapat utang jatuh tempo dengan jumlah cukup besar yakni Rp 800,33 triliun yang terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)